Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
link : Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
Judul : Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
link : Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
Motobalapan |
Ibukota adalah pusat negara yang memiliki status utama dalam pemerintahan negara yang diatur oleh Undang-Undang negara masing-masing. Dalam perannya sebagai pusat pemerintahan, ibukota umumnya berfungsi sebagai pusat kekuasaan politik dan ekonomi sehingga ibukota memainkan peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di banyak negara, ibukota merupakan kota terbesar yang ada dalam sebuah negara dimana kota tersebut mencerminkan corak yang unik dari sisi ekonomi dan budaya masyarakatnya sehingga ibukota memiliki peran penting dalam menunjukkan karakter sebuah negara.
Ibukota dikarakteristikan sebagai kota multifungsi yang memiliki misi diplomatik, institusi pemerintahan, dan pusat ekonomi yang begitu berkembang sehingga seringkali ibukota dipilih menjadi kota tujuan urbanisasi. Sebagai bagian dari identitas sebuah negara, ibukota dibangun untuk menjadikannya kota yang memiliki fungsi utama dalam pemerintahan. Berbagai negara membangun ibukotanya dengan cara yang berbeda-beda, dengan melanjutkan membangun kota yang menjadi ibukota di masa lalu, atau memilih dan membangun ibukota baru di kota yang berbeda.
Sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia memiliki ibukota yang menjadi pusat dari fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif (classic capital). Sebagian kecil negara lain memisahkan pusat eksekutif, legislatif, dan yudikatifnya ke kota yang berbeda (split capital) seperti Belanda (Amsterdam dan The Hague), Afrika Selatan (Pretoria, Bloemfontein, dan Cape Town), Bolivia (La Paz dan Sucre), Swaziland (Lobamba dan Mbabane), Malaysia (Kuala Lumpur dan Putrajaya), dan Sri Lanka (Colombo dan Sri Jayawardenapura Kotte).
Campbell (2004) merangkum berbagai macam tipe ibukota dan membaginya kedalam enam kategori utama yaitu classic capitals, relocated capitals, constructed capitals, federal capitals, split capitals, archipelago capitals, dan capitals with unique jurisdictions. Menurut kategori Campbell, sebuah kota bisa termasuk lebih dari satu kategori, contohnya adalah Jakarta (classic capital dan archipelago capital), Mexico City (classic capital dan capitals with unique jurisdictions), dan Ottawa (constructed capitals dan capitals with unique jurisdictions).
Dengan banyaknya kategori dalam mengelompokkan tipe ibukota, Campbell (2004) menentukan tiga faktor krusial yang dapat membedakan perkembangan ibukota, yaitu ukuran dan struktur pemerintahan, kondisi ekonomi sebuah negara, dan waktu dimana ibukota sudah bisa berdiri stabil relatif terhadap kondisi politik dan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan.
Tipe ibukota dan contohnya
- Classic Capitals: Jakarta (Indonesia), Bogota (Kolombia), Caracas (Venezuela), London (Inggris), Madrid (Spanyol), Mexico City (Meksiko).
- Relocated capitals: Ankara (dari Istanbul 1923, Turki), Astana (dari Almaty 1998, Kazakhstan), Lilongwe (dari Blantyre 1976, Malawi).
- Constructed capitals: Abuja (dari Lagos 1991, Nigeria), Brasilia (dari Rio de Janeiro 1960, Brasil), Canberra (dari Melbourne1927, Australia), Islamabad (dari Karachi 1960, Pakistan) .
- Federal capitals : Canberra (Australia), Kinshasa (Kongo), Moscow (Rusia), Ottawa (Kanada).
- Split capitals : Amsterdam/ The Hague (Belanda), Kuala Lumpur/ Putrajaya (Malaysia).
- Archipelago capitals : Jakarta (di pulau Jawa, Indonesia), Tokyo (di pulau Honshu, Jepang).
- Capitals with unique jurisdictions: Abuja (Federal Capital Territory, Nigeria), Brasilia (Federal District, Brasil), Mexico City (Federal District, Meksiko)
Dimasa lalu, perkembangan penelitian ibukota dalam ekonomi regional lebih menitikberatkan pada lokasi geografis yang berada di tengah (sentral) untuk menentukan lokasi terbaik dari ibukota terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Hal ini telah banyak ditinggalkan karena memiliki banyak kekurangan teoritis dan terlalu menekankan pada faktor geografi yang gagal dalam mempertimbangkan faktor sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sejarah (Wolfel 2002). Walaupun begitu beberapa negara masih menggunakan pertimbangan lokasi sentral sebagai variabel untuk menentukan lokasi sebuah kota.
Mengelola ibukota bukanlah hal yang mudah karena ibukota adalah kota utama dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan politik sehingga kesalahan pengelolaan berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan. Ketika sebuah kota menjadi ibukota, kota tersebut biasanya akan mengalami pertumbuhan yang signifikan dan akibatnya menghasilkan dampak demografi dan ekonomi dari kekuatan yang terakumulasi (Dascher 2000).
Dampak demografi dan ekonomi yang tidak diimbangi dengan pengelolaan yang baik akan menimbulkan berbagai masalah perkotaan. Masalah yang timbul akibat kesalahan pengelolaan ibukota antara lain terjadinya sentralisasi ekonomi dan politik, ketimpangan ekonomi, buruknya sistem transportasi, tingginya angka kemiskinan, pengangguran, serta timbulnya konflik horizontal. Selain itu, sebuah negara seringkali mengalami masalah yang berkaitan dengan keadaan alam seperti banjir dan gempa bumi. Sebagai contoh, bencana angin topan yang menimpa Belize City di negara Belize telah menyebabkan negara tersebut memindahkan ibukotanya dari Belize City ke Belmopan. Angin topan tersebut melumpuhkan kegiatan pemerintahan Belize dan bahkan menyebabkan kerusakan dan kehilangan dokumen-dokumen penting pemerintahan. Di Indonesia sendiri bencana banjir seringkali menimpa Jakarta dan melumpuhkan kegiatan ekonomi dan pemerintahan.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan ibukota, salah satu solusi yang bisa dilakukan sebuah negara adalah dengan memindahkan ibukotanya. Schatz (2003) berpendapat bahwa secara teori pemindahan ibukota yang didesain dan dieksekusi dengan baik (well-designed and well-executed) dapat memberikan peluang ekonomi dan pelayanan pemerintahan sebagai solusi masalah ketimpangan pada daerah lain. Pasca Perang Dunia ke-2, beberapa negara telah memindahkan ibukotanya dengan berbagai alasan. Terdapat tiga alasan umum pemindahan ibukota yaitu pertimbangan sosial ekonomi, pertimbangan politik, dan pertimbangan geografis (Rukmana 2010).
Di Indonesia, wacana untuk memindahkan ibukota telah lama muncul. Wacana ini timbul dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan Jakarta yang sangat kompleks. Masalah yang ada dikarenakan perkembangan Jakarta yang kompleks tidak diimbangi oleh manajemen kota yang baik sehingga pemerintah Jakarta terus kewalahan menghadapi berbagai masalah tersebut.
Pembangunan Jakarta sebagai ibukota berdampak pada pembangunan ekonomi yang terlalu memusat sehingga menimbulkan adanya sentralisasi ekonomi nasional. Hal ini menyebabkan Jakarta semakin dipadati oleh para pendatang dari berbagai daerah yang berharap dapat memperbaiki kehidupan ekonominya sehingga menyebabkan tingginya arus urbanisasi. Besarnya jumlah penduduk yang ditambah dengan tingginya arus urbanisasi menyebabkan timbulnya berbagai masalah demografi di Jakarta.
Sumber: ECKY AGASSI - Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemindahan
Ibukota Negara.
Ibukota Negara.
Demikianlah Artikel Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta
Sekianlah artikel Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Tipe Ibukota Negara dan Masalah Jakarta dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/tipe-ibukota-negara-dan-masalah-jakarta.html