Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
link : Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
Judul : Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
link : Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
Motobalapan | Berita Vlova - Metrotvnews.com, Jakarta: Komnas Perempuan menilai pemerintah pusat maupun daerah belum menangani kebijakan-kebijakan diskriminatif kepada perempuan secara serius. Masih ditemukan ratusan kebijakan diskriminatif kepada perempuan sepanjang tahun 2016.
Ketua Komnas Perempuan, Azriana mengungkapkan, identitas perempuan yang beragam yang melekat pada perempuan sangat berpotensi terdampak secara langsung dan tidak langsung dari kebijakan diskriminatif tersebut. Pasalnya, kebijakan tersebut tersebar di 33 provinsi.
"Dan keberadaan kebijakan diskriminatif meningkat 273 persen, dari 154 per tahun 2010 menjadi 421 per Agustus 2016," kata Azriana dalam siaran persnya yang diterima Metrotvnews.com, Selasa, 11 Juli 2017.
Ia pun merasa prihatin terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi pada April 2017 yang mengabulkan Judicial Review Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi sandaran pada pencegahan kebijakan diskriminatif melalui eksekutif review. Hal ini dinilai malah memicu merebaknya kebijakan-kebijakan diskriminatif.
"Dengan dibatalkan Pasal mekanisme pembatalan melalui eksekutif review ini, bisa jadi jumlah kebijakan diskriminatif semakin subur, karena tidak ada mekanisme kontrol," tambah dia.
Ia melanjutkan, kini ruang pengujian perda hanya tertumpu pada Mahkamah Agung dan Legislatif. Sayangnya, mekanisme Judicial Review di Mahkamah Agung menjadi persoalan sendiri bagi pemenuhan akses keadilan pada masyarakat.
Pasalnya, ia menilai, persidangan yang dilakukan adalah persidangan berkas, sehingga tidak ada ruang untuk memberikan argumentasi pada adanya pelanggaran atau inskonstitusionalnya sebuah perda. Azriana juga mencontohkan bagaimana dua perda yang pernah diajukan oleh masyarakat sipil kandas ditolak oleh Mahkamah Agung pada tahun 2011.
Ketua Komnas Perempuan, Azriana mengungkapkan, identitas perempuan yang beragam yang melekat pada perempuan sangat berpotensi terdampak secara langsung dan tidak langsung dari kebijakan diskriminatif tersebut. Pasalnya, kebijakan tersebut tersebar di 33 provinsi.
"Dan keberadaan kebijakan diskriminatif meningkat 273 persen, dari 154 per tahun 2010 menjadi 421 per Agustus 2016," kata Azriana dalam siaran persnya yang diterima Metrotvnews.com, Selasa, 11 Juli 2017.
Ia pun merasa prihatin terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi pada April 2017 yang mengabulkan Judicial Review Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi sandaran pada pencegahan kebijakan diskriminatif melalui eksekutif review. Hal ini dinilai malah memicu merebaknya kebijakan-kebijakan diskriminatif.
"Dengan dibatalkan Pasal mekanisme pembatalan melalui eksekutif review ini, bisa jadi jumlah kebijakan diskriminatif semakin subur, karena tidak ada mekanisme kontrol," tambah dia.
Ia melanjutkan, kini ruang pengujian perda hanya tertumpu pada Mahkamah Agung dan Legislatif. Sayangnya, mekanisme Judicial Review di Mahkamah Agung menjadi persoalan sendiri bagi pemenuhan akses keadilan pada masyarakat.
Pasalnya, ia menilai, persidangan yang dilakukan adalah persidangan berkas, sehingga tidak ada ruang untuk memberikan argumentasi pada adanya pelanggaran atau inskonstitusionalnya sebuah perda. Azriana juga mencontohkan bagaimana dua perda yang pernah diajukan oleh masyarakat sipil kandas ditolak oleh Mahkamah Agung pada tahun 2011.
Oleh karena itu, Komnas Perempuan mencatat ada beberapa akar persoalan yang harus secara serius ditangani pemerintah secara jangka panjang, antara lain soal kehadiran negara dalam situasi terdesak dan krisis tentang cara pandang diskriminatif yang mengakar di banyak pihak (birokrat, tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum).
"Kemudian, negara menghadapi krisis institusi karena infiltrasi konsep ideologi anti-Pancasila. Tidak hanya itu, konsolidasi kelompok kepentingan dengan isu politik identitas, sehingga membuka ruang krisis daya tahan masyarakat pada politisasi identitas, serta pemiskinan warga akibat tata kelola ekonomi neolib," tuturnya.
Jika masalah-masalah tersebut tak ditangani, Komnas Perempuan khawatir akar persoalan tersebut akan membuahkan krisis berkepanjangan bagi bangsa. Karenanya, lanjut Azriana, pemerintah perlu memprioritaskan penanganan akar persoalan diskriminasi ini secara jangka panjang.
Kendati begitu, Komnas Perempuan mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam memberikan penanganan alternatif untuk mengurangi krisis ini, antara lain dengan diakomodirnya indikator diskriminasi gender dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan, yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah Presiden dengan membentuk Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila yang bisa menjadi pintu pada pemantapan pemahaman pinsip non diskriminasi.
Atas persoalan dan sejumlah langkah maju tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan langkah strategis jangka pendek dan jangka panjang yang perlu diprioritaskan pemerintah antara lain, Komnas Perempuan minta dilibatkan dalam Penyusunan Desain UKP Pancasila guna memberikan masukan pandangan Komnas Perempuan pada persoalan penanganan kebijakan diskriminatif.
Kemudian, Komnas Perempuan meminta Presiden Joko Widodo agar menginstruksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk membentuk Tim Khusus untuk mereview 421 kebijakan diskriminatif di tingkat daerah. Serta, Presiden Jokowi mendukung penguatan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai pusat pengetahuan membangun pemahaman tentang prinsip non-diksriminasi di Indonesia.
"Kemudian, negara menghadapi krisis institusi karena infiltrasi konsep ideologi anti-Pancasila. Tidak hanya itu, konsolidasi kelompok kepentingan dengan isu politik identitas, sehingga membuka ruang krisis daya tahan masyarakat pada politisasi identitas, serta pemiskinan warga akibat tata kelola ekonomi neolib," tuturnya.
Jika masalah-masalah tersebut tak ditangani, Komnas Perempuan khawatir akar persoalan tersebut akan membuahkan krisis berkepanjangan bagi bangsa. Karenanya, lanjut Azriana, pemerintah perlu memprioritaskan penanganan akar persoalan diskriminasi ini secara jangka panjang.
Kendati begitu, Komnas Perempuan mengapresiasi langkah-langkah pemerintah dalam memberikan penanganan alternatif untuk mengurangi krisis ini, antara lain dengan diakomodirnya indikator diskriminasi gender dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan, yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah Presiden dengan membentuk Unit Kerja Presiden (UKP) Pembinaan Ideologi Pancasila yang bisa menjadi pintu pada pemantapan pemahaman pinsip non diskriminasi.
Atas persoalan dan sejumlah langkah maju tersebut, Komnas Perempuan merekomendasikan langkah strategis jangka pendek dan jangka panjang yang perlu diprioritaskan pemerintah antara lain, Komnas Perempuan minta dilibatkan dalam Penyusunan Desain UKP Pancasila guna memberikan masukan pandangan Komnas Perempuan pada persoalan penanganan kebijakan diskriminatif.
Kemudian, Komnas Perempuan meminta Presiden Joko Widodo agar menginstruksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk membentuk Tim Khusus untuk mereview 421 kebijakan diskriminatif di tingkat daerah. Serta, Presiden Jokowi mendukung penguatan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai pusat pengetahuan membangun pemahaman tentang prinsip non-diksriminasi di Indonesia.
Demikianlah Artikel Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif
Sekianlah artikel Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Komnas Perempuan Desak Pemerintah Serius Tangani Kebijakan Diskriminatif dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/komnas-perempuan-desak-pemerintah.html