Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
link : Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
Judul : Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
link : Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
Motobalapan |
Laporan Majalah Tempo edisi Sabtu, 2 Juli 2022 berjudul "Aksi Cepat Tanggap Cuan" jadi viral hingga muncul tagar #AksiCepatTilep" di media sosial. Laporan Majalah Tempo itu mengungkap, lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sedang goyah akibat dugaan penyelewengan dana oleh petingginya. Dana umat ditengarai digunakan untuk kepentingan pribadi dan memenuhi gaya hidup mewah para petingginya.
Dalam laportan itu, Tempo menyebutkan bahwa ACT memiliki tanggungan besar dalam program pembangunan 91 sekolah yang merupakan sumbangan keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air. Ada juga kejanggalan dalam penyaluran donasi untuk korban kecelakaan untuk keluarga Suharno di Yogyakarta. Donasi yang terkumpul mencapai ratusan juta (Rp 412,207 juta), tapi hanya disalurkan kepada keluarga Suharno hanya sekitar Rp 3 juta.
Yang cukup mengejutkan, adalah mangkraknya pembangunan sekolah hasil sumbangan korban kecelakaan pesawat Lion Air. Pada pertengahan tahun lalu, pembangunan sejumlah sekolah itu disebut sempat mandek. Padahal ACT sudah mendapatkan aliran dana sekitar Rp 135 miliar dari perusahaan pembuat pesawat asal Amerika Serikat, Boeing.
Pembangunan sekolah itu merupakan bagian dari kompensasi Boeing kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT-610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018. Lokasi pembangunan sekolah ditentukan oleh keluarga korban.
Sebagian duit Boeing tersebut diduga digunakan untuk menutup pembiayaan program Aksi Cepat Tanggap lainnya. Dua mantan petinggi ACT mengatakan praktik seperti itu biasa dilakukan di lembaga tersebut.
Dana tersebut pun diduga digunakan dengan benar. Pembangunan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Persis Tanjungsari di kompleks Pesantren Tasikmalaya, Jawa Barat, yang tak sesuai perencanaan, misalnya. MTs itu dibangun sebagai kompensasi untuk keluarga Vivian Hasna Afifa, salah satu korban pesawat Lio Air.
Neuis Marfuah, ibu Vivian, bercerita keluarganya meminta duit dari Boeing digunakan untuk membangun perpustakaan dan laboratorium. Ia juga meminta agar di lokasi pesantren milik keluarga itu dibuat lapangan basket. Proyek itu rampung pada Desember 2021.
Namun perempuan berusia 51 tahun itu menilai pembangunan dilakukan asal-asalan dan menggunakan bahan berkualitas rendah. "Masak ruang komputer tidak ada colokan listriknya?," kata dia.
Selain itu, dia juga menyatakan ada kesalahan karena yang dibangun bukan lapangan basket, tetapi lapangan voli. "Saya minta ACT memperbaiki. Kalau tidak, saya laporkan ke Boeing."
Maret lalu, para tukang bangunan kembali datang ke pesantren tersebut dan memperbaiki bangunan kelas dan membangun lapangan basket.
Proyek renovasi Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bumirejo II di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Berjalan pun sempat mangkrak. Sekolah yang direnovasi oleh keluarga Citra Novita Anggelia Putri, korban Lion Air lainnya, itu baru kembali berjalan setelah pihak keluarga mengajukan protes kepada pengurus ACT Cabang Magelang. "Berhenti dua bulan," ujar Puji Lestari, 55 tahun, ibu Citra.
Penduduk di sekitar sekolah sempat resah. Sebab, selama bangunan sekolah direnovasi, para murid harus menumpang belajar di rumah seorang penduduk. Warga Bumirejo lantas mempertanyakan hal tersebut kepada para pengurus ACT Cabang Magelang.
"Tiga pekan kemudian, tukang kembali bekerja," tutur pengurus Aisyiyah Bumirejo, Didi Murdiyanto.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan realisasi program sosial Boeing yang dilaksanakan lembaganya molor karena kendala pandemi.
"Ada kendala teknis. Kami minta waktu tambahan ke Boeing dan mereka memahami," katanya.
Pernyataan berbeda disampaikan Ahyudin, mantan Ketua Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap. Ahyudin membenarkan kabar bahwa September tahun lalu ACT kesulitan keuangan karena dana dari Boeing sudah digunakan untuk program lain.
"Nilai utang ACT ke Boeing mencapai Rp 56 miliar," ujarnya. "Pemotongan gaji pegawai tahun lalu untuk membayar utang program ke Boeing."
Aksi Cepat Tanggap merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia. Pada 2018 hingga 2020 lalu saja, lembaga ini disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp 500 miliar. Sebagai pembanding, lembaga lain seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat mengumpulkan dana sebesar Rp 375 miliar dan Rp 224 miliar.
Laporan Majalah Tempo edisi Sabtu, 2 Juli 2022 berjudul "Aksi Cepat Tanggap Cuan" jadi viral hingga muncul tagar #AksiCepatTilep" di media sosial. Laporan Majalah Tempo itu mengungkap, lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sedang goyah akibat dugaan penyelewengan dana oleh petingginya. Dana umat ditengarai digunakan untuk kepentingan pribadi dan memenuhi gaya hidup mewah para petingginya.
Dalam laportan itu, Tempo menyebutkan bahwa ACT memiliki tanggungan besar dalam program pembangunan 91 sekolah yang merupakan sumbangan keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air. Ada juga kejanggalan dalam penyaluran donasi untuk korban kecelakaan untuk keluarga Suharno di Yogyakarta. Donasi yang terkumpul mencapai ratusan juta (Rp 412,207 juta), tapi hanya disalurkan kepada keluarga Suharno hanya sekitar Rp 3 juta.
Yang cukup mengejutkan, adalah mangkraknya pembangunan sekolah hasil sumbangan korban kecelakaan pesawat Lion Air. Pada pertengahan tahun lalu, pembangunan sejumlah sekolah itu disebut sempat mandek. Padahal ACT sudah mendapatkan aliran dana sekitar Rp 135 miliar dari perusahaan pembuat pesawat asal Amerika Serikat, Boeing.
Pembangunan sekolah itu merupakan bagian dari kompensasi Boeing kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air nomor penerbangan JT-610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018. Lokasi pembangunan sekolah ditentukan oleh keluarga korban.
Sebagian duit Boeing tersebut diduga digunakan untuk menutup pembiayaan program Aksi Cepat Tanggap lainnya. Dua mantan petinggi ACT mengatakan praktik seperti itu biasa dilakukan di lembaga tersebut.
Dana tersebut pun diduga digunakan dengan benar. Pembangunan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Persis Tanjungsari di kompleks Pesantren Tasikmalaya, Jawa Barat, yang tak sesuai perencanaan, misalnya. MTs itu dibangun sebagai kompensasi untuk keluarga Vivian Hasna Afifa, salah satu korban pesawat Lio Air.
Neuis Marfuah, ibu Vivian, bercerita keluarganya meminta duit dari Boeing digunakan untuk membangun perpustakaan dan laboratorium. Ia juga meminta agar di lokasi pesantren milik keluarga itu dibuat lapangan basket. Proyek itu rampung pada Desember 2021.
Namun perempuan berusia 51 tahun itu menilai pembangunan dilakukan asal-asalan dan menggunakan bahan berkualitas rendah. "Masak ruang komputer tidak ada colokan listriknya?," kata dia.
Selain itu, dia juga menyatakan ada kesalahan karena yang dibangun bukan lapangan basket, tetapi lapangan voli. "Saya minta ACT memperbaiki. Kalau tidak, saya laporkan ke Boeing."
Maret lalu, para tukang bangunan kembali datang ke pesantren tersebut dan memperbaiki bangunan kelas dan membangun lapangan basket.
Proyek renovasi Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bumirejo II di Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Berjalan pun sempat mangkrak. Sekolah yang direnovasi oleh keluarga Citra Novita Anggelia Putri, korban Lion Air lainnya, itu baru kembali berjalan setelah pihak keluarga mengajukan protes kepada pengurus ACT Cabang Magelang. "Berhenti dua bulan," ujar Puji Lestari, 55 tahun, ibu Citra.
Penduduk di sekitar sekolah sempat resah. Sebab, selama bangunan sekolah direnovasi, para murid harus menumpang belajar di rumah seorang penduduk. Warga Bumirejo lantas mempertanyakan hal tersebut kepada para pengurus ACT Cabang Magelang.
"Tiga pekan kemudian, tukang kembali bekerja," tutur pengurus Aisyiyah Bumirejo, Didi Murdiyanto.
Presiden ACT Ibnu Khajar mengatakan realisasi program sosial Boeing yang dilaksanakan lembaganya molor karena kendala pandemi.
"Ada kendala teknis. Kami minta waktu tambahan ke Boeing dan mereka memahami," katanya.
Pernyataan berbeda disampaikan Ahyudin, mantan Ketua Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap. Ahyudin membenarkan kabar bahwa September tahun lalu ACT kesulitan keuangan karena dana dari Boeing sudah digunakan untuk program lain.
"Nilai utang ACT ke Boeing mencapai Rp 56 miliar," ujarnya. "Pemotongan gaji pegawai tahun lalu untuk membayar utang program ke Boeing."
Aksi Cepat Tanggap merupakan salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia. Pada 2018 hingga 2020 lalu saja, lembaga ini disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp 500 miliar. Sebagai pembanding, lembaga lain seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat mengumpulkan dana sebesar Rp 375 miliar dan Rp 224 miliar.
Demikianlah Artikel Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa
Sekianlah artikel Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Tagar Aksi Cepat Tilep Makin Menggila: Bukan Soal Gaji Mewah Saja, Keluarga Korban Lion Air Juga Dibikin Kecewa dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2022/07/tagar-aksi-cepat-tilep-makin-menggila.html