Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok! telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
link : Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
Judul : Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
link : Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
Motobalapan |
Saya hanya tertawa ngakak seperti orang gila ketika membaca berita berjudul "Keuntungan dari Perhelatan Formula E Diklaim Hingga 78 Juta Pound Sterling" yang dipublikasikan tempo.co pada 22 Desember 2021. Nilai keuntungan Formula E sebesar 78 juta pound sterling atau sekitar Rp 1,48 triliun itu, berdasar keterangan Ketua Pelaksana Formula E Jakarta, Ahmad Sahroni. "Semua dampak segala macam, dari areal, tentang impact economy, itu termasuk £78 juta pounds, semua segitu," ujar Ahmad Sahroni seperti dilansir tempo.co, 22 Desember 2021.
Kenapa saya tertawa ngakak seperti orang gila ketika membaca berita Tempo.co itu? Karena saya hanya cengar-cengir sendirian saat membaca berita itu. Kenapa saya cengar cengir sendirian baca berita itu? Karena keterangan Ahmad Sahroni tidak masuk akal. Sebab, Sang inisiator Formula E sendiri, yakni Alejandro Agag, belum pernah merasakan hasil keuntungan dari gelaran balap mobil listrik tersebut. Bahkan, Formula E Operations (FEO) - perusahaan asal Inggris yang mengelola penyelengaraan balap Formula E, selalu mengalami kerugian cukup besar sejak menggelar balap Formula E pertama kali pada 2014.
Jika tak percaya, silakan baca berita Forbes berjudul "Why Formula E’s Profits Have Been Slow To Rev Up". Dalam wawancara Forbes itu, Alejandro Agag mengakui bahwa Formula E Operations (FEO) merugi dalam enam tahun pertama. Kerugiannya tidak main-main, 155 juta dolar AS atau sekitar Rp2,2 triliun. Crazy rich asal Spanyol itu juga mengakui sejak debut balapan pada 2014 hingga musim keenam 2019, Formula E belum menangguk untung.
Dengan kata lain, pada 2019 perusahaan penyelenggara Formula E sejatinya sudah di ujung tanduk. Penyebabnya jelas. Karena Formula E memang tak punya daya tarik di mata para penggemar balap dunia. Formula E jelas kalah kelas dengan even balapan lain yang sudah punya gengsi dan banyak penggemar di dunia seperti Formula 1, MotoGP atau World Superbike (WSBK).
Ketika Formula E terancam tamat, tiba-tiba datanglah Anies Baswedan yang menggelontorkan dana APBD hampir Rp 1 triliun yang diserahkan kepada para aktor oligarki global di bawah perusahaan Formula E Operations (FEO). Kedatangan Anies Baswedan yang menghamburkan uang negara inilah membuat dagelan Formula E semakin lucu. Saat berkunjung ke New York pada 13 Juni 2019, Gubernur DKI Jakarta itu, semula ingin menggelar balapan Formula E pada 2020. Namun karena ada pandemi COVID-19, rencana itu batal dan baru akan digelar di Ancol pada 4 Juni mendatang.
Saat tebar pesona kepada masyarakat demi pencitraan sebagai Capres 2024, Anies berani mengobral kata-kata manis. Anies mengklaim bahwa Formula E akan bisa bermanfaat besar bagi sisi perekonomian Jakarta. Menurutnya, Formula E berpotensi mendatangkan pendapatan hingga Rp1,2 triliun. Di sinilah, dagelan Formula E jadi semakin lucu tidak karuan. Saya tertawa ngakak sampai perutku terasa kaku, mataku sampai berkaca-kaca. Ini gara-gara kelucuan Anies BAswedan memang sudah berada di luar batas.
Pertanyaan yang muncul kemudian: siapa yang harus bertanggungjawab jika Formula E Jakarta menimbulkan kerugian kelewat besar? Lantas, apakah KPK hanya akan diam membisu saja ketika Anies Baswedan menghamburkan uang negara hanya demi acara balap kelas abal-abal yang tak punya peminat ini? sungguh terlalu jika KPK jadi lembaga bodoh yang tidak berguna dalam menindak para maling berdasi. Bukan begitu? [Sutrisno Budiharto]
Kenapa saya tertawa ngakak seperti orang gila ketika membaca berita Tempo.co itu? Karena saya hanya cengar-cengir sendirian saat membaca berita itu. Kenapa saya cengar cengir sendirian baca berita itu? Karena keterangan Ahmad Sahroni tidak masuk akal. Sebab, Sang inisiator Formula E sendiri, yakni Alejandro Agag, belum pernah merasakan hasil keuntungan dari gelaran balap mobil listrik tersebut. Bahkan, Formula E Operations (FEO) - perusahaan asal Inggris yang mengelola penyelengaraan balap Formula E, selalu mengalami kerugian cukup besar sejak menggelar balap Formula E pertama kali pada 2014.
Jika tak percaya, silakan baca berita Forbes berjudul "Why Formula E’s Profits Have Been Slow To Rev Up". Dalam wawancara Forbes itu, Alejandro Agag mengakui bahwa Formula E Operations (FEO) merugi dalam enam tahun pertama. Kerugiannya tidak main-main, 155 juta dolar AS atau sekitar Rp2,2 triliun. Crazy rich asal Spanyol itu juga mengakui sejak debut balapan pada 2014 hingga musim keenam 2019, Formula E belum menangguk untung.
Ironinya, banyak pengamat memprediksi bahwa seri balap mobil listrik Formula E ini, tak akan bertahan lama atau akan tamat. Alejandro Agag sendiri juga tidak tahu pasti, kapan Formula E bisa mendatangkan keuntungan. "Kami bisa berada di titik impas sekarang, kami bisa berada di titik impas musim depan, tetapi kami mungkin memutuskan untuk berinvestasi lebih banyak dalam pemasaran dan promosi,” kata Agag seperti dikutip Forbes pada 24 November 2019.
Dengan kata lain, pada 2019 perusahaan penyelenggara Formula E sejatinya sudah di ujung tanduk. Penyebabnya jelas. Karena Formula E memang tak punya daya tarik di mata para penggemar balap dunia. Formula E jelas kalah kelas dengan even balapan lain yang sudah punya gengsi dan banyak penggemar di dunia seperti Formula 1, MotoGP atau World Superbike (WSBK).
Kenapa Alejandro Agag sendiri tidak bisa memastikan, kapan Formula E bisa mendatangkan keuntungan? Karena jumlah biaya yang dikeluarkan selalu lebih besar dari pendapatan. Celakanya, pabrikan terkemuka dunia banyak yang mengundurkan diri sebagai peserta balap Formula E, seperti BMW, Audi, dan Mercedes-Benz. Artinya, daya tarik Formula E akan susah diangkat, bahkan bisa semakin tenggelam karena pabrikan terkemuka banyak yang tak mau ikut Formula E lagi. Tak aneh, bila Alejandro Agag sendiri pusing tujuh keliling memikirkan masa depan Formula E.
Bagaimana Alejandro Agag tidak pusing? Pada musim balap 2018-2019 misalnya, Formula E mengeluarkan modal sebesar 171,9 juta dolar AS (sekitar Rp2,5 triliun), namun hanya mendapatkan pemasukan 143,5 juta dolar AS (sekitar Rp2,05 triliun). Mereka rugi 28,4 juta dolar AS atau sekitar Rp 406 miliar! Untuk lebih jelasnya silakan simak tabel keuangan FEO di bawah:
Pada Mei 2018 Agag menawarkan 660 juta dolar AS, atau sekitar Rp9,4 triliun, untuk membeli seluruh saham Formula E. Namun penawaran tersebut ditolak para pemegang saham. Para pemilik saham lebih memilih mencari CEO baru dan akhirnya mendapatkan Jamie Reigle, orang Kanada yang mantan eksekutif senior di klub sepak bola Manchester United. Agag akhirnya ditendang dari posisi CEO pada akhir 2019.
Namun tugas Jamie Reigle sebagai CEO baru FEO tidak mudah, karena harus membangun kembali Formula E yang terimbas pandemi COVID-19 di saat usaha balapan itu belum mengais untung. Belum lagi tiga produsen mobil ternama: BMW, Audi, dan Mercedes Benz sudah mengumumkan bakal meninggalkan seri balap ini seusai musim balap 2022. Kini hanya tinggal enam produsen mobil yang mendukung Formula E, yaitu Mahindra (India), Nissan (Jepang), Jaguar (Inggris), DS Automobiles (Prancis), Porsche (Jerman), dan NIO (Cina).
Ketika Formula E terancam tamat, tiba-tiba datanglah Anies Baswedan yang menggelontorkan dana APBD hampir Rp 1 triliun yang diserahkan kepada para aktor oligarki global di bawah perusahaan Formula E Operations (FEO). Kedatangan Anies Baswedan yang menghamburkan uang negara inilah membuat dagelan Formula E semakin lucu. Saat berkunjung ke New York pada 13 Juni 2019, Gubernur DKI Jakarta itu, semula ingin menggelar balapan Formula E pada 2020. Namun karena ada pandemi COVID-19, rencana itu batal dan baru akan digelar di Ancol pada 4 Juni mendatang.
Saat tebar pesona kepada masyarakat demi pencitraan sebagai Capres 2024, Anies berani mengobral kata-kata manis. Anies mengklaim bahwa Formula E akan bisa bermanfaat besar bagi sisi perekonomian Jakarta. Menurutnya, Formula E berpotensi mendatangkan pendapatan hingga Rp1,2 triliun. Di sinilah, dagelan Formula E jadi semakin lucu tidak karuan. Saya tertawa ngakak sampai perutku terasa kaku, mataku sampai berkaca-kaca. Ini gara-gara kelucuan Anies BAswedan memang sudah berada di luar batas.
Sikap Anies Baswedan dan Ahmad Sahroni yang berani menjanjikan keuntungan triliunan rupiah itu, sulit dipahami dengan akal sehat. Betapa tidak? Pemilik Formula E sendiri belum bisa merasakan keuntungan. Bagaimana Anies Baswedan dan Ahmad Sahroni berani menjanjikan keuntungan? Dari pos mana keuntungan itu bisa datang? Boro-boro untung, cari sponsor saja megalami kesulitan sampai mengemis-ngemis kepada Menteri BUMN Erick Thohir.
Dari minimnya minat pembeli tiket Formula E dan tidak adanya sponsor lokal yang mau mendukung Formula E, sudah bisa terbaca jelas bahwa DKI Jakarta kini sedang dikuasai oleh orang-orang yang sedang tidak bisa berbikir dengan akal sehat. Jakarta akan benasip buruk seperti Montreal. Anies Baswedan dan Ahmad Sahroni tampaknya akan pusing seperti Walikota Montreal, Valerie Plante. Kenapa?
Pada 2017, Walikota Montreal, Valerie Plante, terpaksa menghentikan pergelaran Formula E di kotanya. Masalahnya, Formula E Montreal yang diharapkan memberikan kontribusi ekonomi yang bagus seperti balap Formula 1, ternyata hasilnya hanya zonk. Sebaliknya, ajang Formula E justru menghasilkan kerugian hingga 35 juta dolar AS atau sekitar Rp501 miliar. Montreal It’s Electric yang diserahi tugas menyediakan kebutuhan listrik untuk balapan Formula E Montreal 2017, justru meninggalkan utang hampir 15 juta dolar AS, atau sekitar Rp214 miliar. Formula E Montreal pun distop setelah hanya sekali digelar. “Warga Montreal tidak mau uang mereka dibuang-buang untuk sebuah proyek yang direncanakan secara buruk, dan sama sekali tidak bermanfaat,” ujar Plante seperti dikutip dari CBC, 18 Desember 2017.
Pertanyaan yang muncul kemudian: siapa yang harus bertanggungjawab jika Formula E Jakarta menimbulkan kerugian kelewat besar? Lantas, apakah KPK hanya akan diam membisu saja ketika Anies Baswedan menghamburkan uang negara hanya demi acara balap kelas abal-abal yang tak punya peminat ini? sungguh terlalu jika KPK jadi lembaga bodoh yang tidak berguna dalam menindak para maling berdasi. Bukan begitu? [Sutrisno Budiharto]
Demikianlah Artikel Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok!
Sekianlah artikel Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok! kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Formula E Hanya Dagelan Politik, FEO Sendiri Belum Pernah Untung dan Selalu Rugi Besar: Sungguh Terlalu Jika KPK Jadi Goblok! dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2022/05/formula-e-hanya-dagelan-politik-feo.html