Politik Beras
Politik Beras
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Politik Beras telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Politik Beras
link : Politik Beras
Pada era Orde Lama, kita memang pernah menerapkan sistem harga eceran tertinggi. Siapa pedagang yang menjual di atas HET dianggap melakukan subversi ekonomi. Namun, setelah Orde Baru, kebijakan itu dihapuskan karena tidak merangsang petani dan produsen meningkatkan produksi. Untuk mengendalikan harga, pemerintah membentuk badan penyangga dan menerapkan harga acuan. Untuk bisa mendapatkan subsidi, petani harus tergabung ke dalam kelompok tani. Pemerintah tidak mengatur jenis padi yang ditanam petani. Mereka bisa menanam padi seperti disarankan pemerintah, tetapi boleh menanam padi dengan jenis lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Mereka pun bebas menjual ke mana saja gabah yang dihasilkan. Pemerintah tidak mempersoalkan lagi subsisi sarana produksi yang diberikan sepanjang memberikan keuntungan lebih baik kepada petani. Namun, kalau harga di bawah biaya produksi, Bulog diharapkan hadir membantu membeli gabah petani, itu pun hanya untuk yang jenis padi rata-rata. Di pasar, kita pun melihat banyak jenis beras yang ditawarkan. Ada beras yang jenis rata-rata, ada yang medium, ada juga yang premium. Untuk jenis medium dan premium, konsumennya kelompok berada dan pemerintah tidak ikut mengatur. Pengaturan untuk kedua jenis berada di tangan Badan Standardisasi Nasional yang mengeluarkan Standar Nasional Indonesia. Sekarang kita harus kembali kepada aturan main yang sudah disepakati dan menyerahkan tanggung jawab kepada setiap pihak yang menangani.
Kita harus rumuskan lagi apa itu subsidi, beras subsidi, beras premium, siapa yang boleh terlibat dalam tata niaganya. Jangan sampai kita menerobos semua aturan yang ada sehingga akhirnya mengacaukan tatanan yang sudah berjalan. Langkah yang dilakukan Satgas Pangan bisa kontraproduktif bagi upaya peningkatan produksi. Kecuali kalau kita ingin kembali kepada sistem ekonomi komando seperti zaman Orde Lama dulu, atau kita ingin melarang komoditas pangan diperdagangkan secara bebas. Namun, kita harus siap dengan perangkat untuk menopang itu.
Bulog tidak hanya dikembalikan kepada perannya sebagai badan penyangga, tetapi juga menjadi satu-satunya lembaga yang harus membeli semua komoditas pangan yang dihasilkan petani. Kita sekarang bertanya, politik pertanian apa sebenarnya yang ingin kita jalankan? Kalau manuver Satgas Pangan dibiarkan dan pemahaman tentang subsidi dibiarkan melenceng seperti ini, kita bersiap-siap saja tidak akan ada yang berani berbisnis di Indonesia. (Media Indonesia)...
Sumber : http://ift.tt/2vYUrpV
Judul : Politik Beras
link : Politik Beras
Motobalapan | Berita Vlova - PENGUNGKAPAN kasus dugaan penyelewengan beras yang dilakukan PT Indo Beras Unggul begitu luar biasa. Bukan hanya pejabat tingkat tinggi sekelas Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Menteri Pertanian yang harus turun tangan untuk menyampaikan kepada publik. Nilai penyelewengannya pun dibuat fantastis sampai puluhan triliun rupiah.
Kejahatan apa yang sebenarnya sedang terjadi? Benarkah perusahaan merugikan negara sampai begitu besarnya? Bagaimana cara menghitungnya sampai beras yang sekitar 1.000 ton atau 1 juta kilogram itu nilainya begitu spektakuler? Baru kemudian kita tahu, itu memang hanya perkiraan. Pihak PT IBU diduga membeli beras petani tipe IR 64 dengan harga murah. Padahal beras yang dihasilkan petani itu mendapatkan banyak subsidi dari pemerintah. Beras yang sarat subsidi itu kemudian hanya dikemas khusus dan diberi label premium sehingga bisa dijual dengan harga mahal. Selisih harga itu yang dianggap sebagai kejahatan. Ketika dipertanyakan soal kerugian negara yang diduga dilakukan PT IBU, baru muncul penjelasan dari Ketua Satuan Tugas Pangan bahwa itu perkiraan kerugian secara nasional.
Angka puluhan triliun rupiah berasal dari perkiraan 3 juta ton produksi beras tipe IR 64 yang dijual menjadi beras premium. Mengerikan sekali simplifi kasi yang dilakukan Satgas Pangan. Satgas ini memang dibentuk untuk menjaga jangan sampai terjadi permainan pasokan yang mendongkrak harga menjelang Lebaran lalu. Tujuannya baik untuk mencegah terjadinya permainan yang merugikan konsumen. Bahkan kita setuju dengan penegakan hukum kepada mereka yang sengaja merusak pasar. Namun, ketika kewenangannya sudah terlalu berlebihan, sebenarnya kita sedang merusak sistem tata niaga. Subsidi sendiri dilakukan pemerintah untuk melindungi rakyat. Kepada petani, negara memberikan subsidi untuk sarana produksi seperti pupuk dan bibit agar beban biaya tidak terlalu memberatkan.
Pada zaman Orde Baru, pemerintah kemudian menugaskan Badan Urusan Logistik untuk menyubsidi hasil produksinya. Apabila produksi melimpah dan harga jatuh, Bulog harus membeli gabah petani dengan harga dasar agar petani tidak merugi. Kalau produksi berkurang dan harga beras di pasar naik, Bulog membanjiri pasar agar harga beras tidak menyentuh batas atas sehingga konsumen tidak dirugikan. Setelah reformasi, Dana Moneter Internasional melarang Bulog menjalankan peran sebagai buffer stock. Kebijakan subsidi diubah menjadi pemberian beras untuk kelompok masyarakat miskin. Padi IR 64 dikatakan Menteri Pertanian sebagai beras subsidi untuk rakyat miskin. Beras dan komoditas pertanian sendiri bukanlah komoditas yang dilarang diperjualbelikan.
Kejahatan apa yang sebenarnya sedang terjadi? Benarkah perusahaan merugikan negara sampai begitu besarnya? Bagaimana cara menghitungnya sampai beras yang sekitar 1.000 ton atau 1 juta kilogram itu nilainya begitu spektakuler? Baru kemudian kita tahu, itu memang hanya perkiraan. Pihak PT IBU diduga membeli beras petani tipe IR 64 dengan harga murah. Padahal beras yang dihasilkan petani itu mendapatkan banyak subsidi dari pemerintah. Beras yang sarat subsidi itu kemudian hanya dikemas khusus dan diberi label premium sehingga bisa dijual dengan harga mahal. Selisih harga itu yang dianggap sebagai kejahatan. Ketika dipertanyakan soal kerugian negara yang diduga dilakukan PT IBU, baru muncul penjelasan dari Ketua Satuan Tugas Pangan bahwa itu perkiraan kerugian secara nasional.
Angka puluhan triliun rupiah berasal dari perkiraan 3 juta ton produksi beras tipe IR 64 yang dijual menjadi beras premium. Mengerikan sekali simplifi kasi yang dilakukan Satgas Pangan. Satgas ini memang dibentuk untuk menjaga jangan sampai terjadi permainan pasokan yang mendongkrak harga menjelang Lebaran lalu. Tujuannya baik untuk mencegah terjadinya permainan yang merugikan konsumen. Bahkan kita setuju dengan penegakan hukum kepada mereka yang sengaja merusak pasar. Namun, ketika kewenangannya sudah terlalu berlebihan, sebenarnya kita sedang merusak sistem tata niaga. Subsidi sendiri dilakukan pemerintah untuk melindungi rakyat. Kepada petani, negara memberikan subsidi untuk sarana produksi seperti pupuk dan bibit agar beban biaya tidak terlalu memberatkan.
Pada zaman Orde Baru, pemerintah kemudian menugaskan Badan Urusan Logistik untuk menyubsidi hasil produksinya. Apabila produksi melimpah dan harga jatuh, Bulog harus membeli gabah petani dengan harga dasar agar petani tidak merugi. Kalau produksi berkurang dan harga beras di pasar naik, Bulog membanjiri pasar agar harga beras tidak menyentuh batas atas sehingga konsumen tidak dirugikan. Setelah reformasi, Dana Moneter Internasional melarang Bulog menjalankan peran sebagai buffer stock. Kebijakan subsidi diubah menjadi pemberian beras untuk kelompok masyarakat miskin. Padi IR 64 dikatakan Menteri Pertanian sebagai beras subsidi untuk rakyat miskin. Beras dan komoditas pertanian sendiri bukanlah komoditas yang dilarang diperjualbelikan.
Pada era Orde Lama, kita memang pernah menerapkan sistem harga eceran tertinggi. Siapa pedagang yang menjual di atas HET dianggap melakukan subversi ekonomi. Namun, setelah Orde Baru, kebijakan itu dihapuskan karena tidak merangsang petani dan produsen meningkatkan produksi. Untuk mengendalikan harga, pemerintah membentuk badan penyangga dan menerapkan harga acuan. Untuk bisa mendapatkan subsidi, petani harus tergabung ke dalam kelompok tani. Pemerintah tidak mengatur jenis padi yang ditanam petani. Mereka bisa menanam padi seperti disarankan pemerintah, tetapi boleh menanam padi dengan jenis lain yang dianggap lebih menguntungkan.
Mereka pun bebas menjual ke mana saja gabah yang dihasilkan. Pemerintah tidak mempersoalkan lagi subsisi sarana produksi yang diberikan sepanjang memberikan keuntungan lebih baik kepada petani. Namun, kalau harga di bawah biaya produksi, Bulog diharapkan hadir membantu membeli gabah petani, itu pun hanya untuk yang jenis padi rata-rata. Di pasar, kita pun melihat banyak jenis beras yang ditawarkan. Ada beras yang jenis rata-rata, ada yang medium, ada juga yang premium. Untuk jenis medium dan premium, konsumennya kelompok berada dan pemerintah tidak ikut mengatur. Pengaturan untuk kedua jenis berada di tangan Badan Standardisasi Nasional yang mengeluarkan Standar Nasional Indonesia. Sekarang kita harus kembali kepada aturan main yang sudah disepakati dan menyerahkan tanggung jawab kepada setiap pihak yang menangani.
Kita harus rumuskan lagi apa itu subsidi, beras subsidi, beras premium, siapa yang boleh terlibat dalam tata niaganya. Jangan sampai kita menerobos semua aturan yang ada sehingga akhirnya mengacaukan tatanan yang sudah berjalan. Langkah yang dilakukan Satgas Pangan bisa kontraproduktif bagi upaya peningkatan produksi. Kecuali kalau kita ingin kembali kepada sistem ekonomi komando seperti zaman Orde Lama dulu, atau kita ingin melarang komoditas pangan diperdagangkan secara bebas. Namun, kita harus siap dengan perangkat untuk menopang itu.
Bulog tidak hanya dikembalikan kepada perannya sebagai badan penyangga, tetapi juga menjadi satu-satunya lembaga yang harus membeli semua komoditas pangan yang dihasilkan petani. Kita sekarang bertanya, politik pertanian apa sebenarnya yang ingin kita jalankan? Kalau manuver Satgas Pangan dibiarkan dan pemahaman tentang subsidi dibiarkan melenceng seperti ini, kita bersiap-siap saja tidak akan ada yang berani berbisnis di Indonesia. (Media Indonesia)...
Sumber : http://ift.tt/2vYUrpV
Demikianlah Artikel Politik Beras
Sekianlah artikel Politik Beras kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Politik Beras dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/politik-beras.html