Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
link : Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
Judul : Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
link : Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
Motobalapan | Berita Vlova - Metrotvnews.com, Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengaku penetapan korporasi oleh pihaknya merupakan terobosan baru. KPK baru saja menetapkan PT Duta Graha Indah (DGI) yang kini bersalin nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE) sebagai tersangka korupsi.
"Penetapan pidana korporasi menjadi terobosan baru bagi KPK," kata Laode di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Penetapan korporasi sebagai tersangka, lanjut Laode baru bisa dilaksakan setelah terbit Peraturan Mahkamah Agung nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Padahal, sebut dia, jika melihat dari UU Tipikor, UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), UU Lingkungan Hidup, maupun sejumlah undang-undang lain, hampir 100 undang-undang sektoral sebenarnya telah memuat tanggung jawab tindak pidana korporasi.
Namun, sampai saat ini masih sangat sedikit kasus yang sampai ke pengadilan, khususnya di bidang korupsi. Ia mencatat, baru ada dua kasus dengan tersangka korporasi yang diadili di pengadilan.
"Yang kami catat, (perkara yang ditangani) Kejaksaan Agung, satu sudah incracht, satu dalam proses, dan sekarang baru KPK ingin menaikan satu tindak pidana korporasi," tutur dia.
Laode menuturkan, korporasi sulit dijerat waktu itu lantaran ada kekosongan hukum acara. Padahal, korporasi sebagai salah satu sarana untuk menyembunyikan hasil kejahatan dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu tindak pidana.
Karena itu, papar Laode, pertanggungjawaban tindak pidana korporasi diperlukan untuk menghentikan keadaan tersebut. "Sebagai pemidanaan, tugas penegak hukum harus membuktikan kesalahan korporasi," tegas dia.
Dalam Pasal 4 ayat 2 Perma nomor 13 tahun 2016, disebutkan, dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi di antaranya; korporasi dapat memperoleh keuntungan dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi.
Kemudian, korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Sehingga korporasi tidak melakukan apa-apa, dan membiarkan saja terjadi. Ketiga, korporasi tidak melakukan langkah-lagkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan.
"Penetapan pidana korporasi menjadi terobosan baru bagi KPK," kata Laode di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Penetapan korporasi sebagai tersangka, lanjut Laode baru bisa dilaksakan setelah terbit Peraturan Mahkamah Agung nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Padahal, sebut dia, jika melihat dari UU Tipikor, UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), UU Lingkungan Hidup, maupun sejumlah undang-undang lain, hampir 100 undang-undang sektoral sebenarnya telah memuat tanggung jawab tindak pidana korporasi.
Namun, sampai saat ini masih sangat sedikit kasus yang sampai ke pengadilan, khususnya di bidang korupsi. Ia mencatat, baru ada dua kasus dengan tersangka korporasi yang diadili di pengadilan.
"Yang kami catat, (perkara yang ditangani) Kejaksaan Agung, satu sudah incracht, satu dalam proses, dan sekarang baru KPK ingin menaikan satu tindak pidana korporasi," tutur dia.
Laode menuturkan, korporasi sulit dijerat waktu itu lantaran ada kekosongan hukum acara. Padahal, korporasi sebagai salah satu sarana untuk menyembunyikan hasil kejahatan dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu tindak pidana.
Karena itu, papar Laode, pertanggungjawaban tindak pidana korporasi diperlukan untuk menghentikan keadaan tersebut. "Sebagai pemidanaan, tugas penegak hukum harus membuktikan kesalahan korporasi," tegas dia.
Dalam Pasal 4 ayat 2 Perma nomor 13 tahun 2016, disebutkan, dalam menjatuhkan pidana terhadap korporasi, hakim dapat menilai kesalahan korporasi di antaranya; korporasi dapat memperoleh keuntungan dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi.
Kemudian, korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Sehingga korporasi tidak melakukan apa-apa, dan membiarkan saja terjadi. Ketiga, korporasi tidak melakukan langkah-lagkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan.
"Jadi, korporasinya juga tidak melakukan banyak hal, ketika itu terjadi, dia diam saja," beber Laode.
Laode menyebut, ada beberapa kelebihan yang didapat ketika korporasi dijadikan tersangka. Pertma, sebelum adanya Perma, yang ditahan bisa hanya pengurus, tapi korporasi tetap mendapatkan keuntungan dan bisa menunjuk pengurus baru.
Padahal, jika melihat perkembangannya di luar negeri, kata Laode, paling banyak tindak pidana korporasi dilakukan. Seperti di Inggris dan Singapura, tujuannya pemidanaan korporasi yakni untuk menghancurkan organisasi kejahatan.
"Karena, kalau hanya orangnya, usahanya tetap masih ada," tegas dia.
Oleh karena itu, Laode berharap, dengan adanya tindak pidana korporasi ini, para pengusaha di Indonesia dan korporasi bisa mengedepankan praktik bisnis yang beretika bersih dan profesional. "Dengan adanya Perma ini, KPK berharap, diharapkan dunia usaha di Indonesia lebih hati-hati dan profesional," tandas dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang kini bersalin nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (PT NKE) sebagai tersangka kasus korupsi. Kasus yang menyeret PT DGI berkaitan dengan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009-2010.
Penetapan tersangka PT DGI merupaan pengembangan dari penyelidikan perkara yang sama dengan tersangka Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT DGI dan Marisi Matondang selaku Dirut PT Mahkota Negara. KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menjerat PT DGI.
"PT DGI melalui tersangka DPW (Dudung Purwadi) diduga telah melaukan perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau selaku korporasi terkait pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana," kata Laode di Kantornya, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Laode melanjutkan, proyek pembangunan rumah sakit tersebut memakan biaya Rp138 miliar. Dari penyelidikan awal yang dilakukan KPK, diduga terjadi kerugian keuangan negara Rp25 miliar dari proyek tersebut.
Atas perbuatannya, PT DGI dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
...
Sumber : http://ift.tt/2urkXdP
Laode menyebut, ada beberapa kelebihan yang didapat ketika korporasi dijadikan tersangka. Pertma, sebelum adanya Perma, yang ditahan bisa hanya pengurus, tapi korporasi tetap mendapatkan keuntungan dan bisa menunjuk pengurus baru.
Padahal, jika melihat perkembangannya di luar negeri, kata Laode, paling banyak tindak pidana korporasi dilakukan. Seperti di Inggris dan Singapura, tujuannya pemidanaan korporasi yakni untuk menghancurkan organisasi kejahatan.
"Karena, kalau hanya orangnya, usahanya tetap masih ada," tegas dia.
Oleh karena itu, Laode berharap, dengan adanya tindak pidana korporasi ini, para pengusaha di Indonesia dan korporasi bisa mengedepankan praktik bisnis yang beretika bersih dan profesional. "Dengan adanya Perma ini, KPK berharap, diharapkan dunia usaha di Indonesia lebih hati-hati dan profesional," tandas dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang kini bersalin nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (PT NKE) sebagai tersangka kasus korupsi. Kasus yang menyeret PT DGI berkaitan dengan pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana tahun 2009-2010.
Penetapan tersangka PT DGI merupaan pengembangan dari penyelidikan perkara yang sama dengan tersangka Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT DGI dan Marisi Matondang selaku Dirut PT Mahkota Negara. KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menjerat PT DGI.
"PT DGI melalui tersangka DPW (Dudung Purwadi) diduga telah melaukan perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau selaku korporasi terkait pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Universitas Udayana," kata Laode di Kantornya, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 24 Juli 2017.
Laode melanjutkan, proyek pembangunan rumah sakit tersebut memakan biaya Rp138 miliar. Dari penyelidikan awal yang dilakukan KPK, diduga terjadi kerugian keuangan negara Rp25 miliar dari proyek tersebut.
Atas perbuatannya, PT DGI dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
...
Sumber : http://ift.tt/2urkXdP
Demikianlah Artikel Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK
Sekianlah artikel Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Penetapan Korporasi Sebagai Tersangka Terobosan Baru bagi KPK dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/penetapan-korporasi-sebagai-tersangka.html