Memuliakan Pertanian
Memuliakan Pertanian
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Memuliakan Pertanian telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Memuliakan Pertanian
link : Memuliakan Pertanian
Judul : Memuliakan Pertanian
link : Memuliakan Pertanian
Motobalapan | Berita Vlova - ADA yang berbeda pada periode Ramadan dan Lebaran yang baru lalu. Harga-harga pangan relatif stabil. Setidaknya tidak tercatat lonjakan harga yang membuat konsumen rumah tangga kelabakan. Padahal, pasar-pasar tradisional, seperti juga tahun-tahun sebelumnya, tetap dipenuhi para pembeli. Artinya, kali ini permintaan yang besar dari sisi konsumen tidak serta-merta membuat harga pangan naik gila-gilaan.
Pasokan bahan pangan pun mencukupi. Kondisi nyaris ideal ini tidak mungkin terjadi jika penanganan bahan pangan masih dilakukan seperti biasa. Penanganan yang biasa terbukti telah melanggengkan tradisi lonjakan harga di masa Lebaran selama ini, seakan tidak ada lagi yang bisa diperbuat untuk mengubahnya. Ketika itu pemerintah berusaha terlihat melakukan sesuatu, tetapi hasilnya harga tetap melonjak.
Caci maki lalu terlontar dari masyarakat dan menuding pemerintah tidak becus mengendalikan harga. Biasanya pula respons yang didapat ialah saling menyalahkan di antara menteri terkait. Yang satu merasa impor semestinya dilakukan, yang lain berkukuh pasokan cukup sehingga tidak ada alasan terjadi kenaikan harga. Akan tetapi, tidak untuk tahun ini, duet kerja Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman mampu mendobrak siklus caci maki tersebut.
Mafia perdagangan bahan pangan yang kerap disebut-sebut sebagai biang keladi lonjakan harga, kini tidak terlihat kejahatannya. Di hulu, petani menikmati kenaikan surplus pendapatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar petani pada Juni 2017 naik dari 100,15 pada Mei menjadi 100,53. Angka indeks di atas 100 menunjukkan nilai pendapatan yang diperoleh lebih besar ketimbang belanja rumah tangga petani.
Pasokan bahan pangan pun mencukupi. Kondisi nyaris ideal ini tidak mungkin terjadi jika penanganan bahan pangan masih dilakukan seperti biasa. Penanganan yang biasa terbukti telah melanggengkan tradisi lonjakan harga di masa Lebaran selama ini, seakan tidak ada lagi yang bisa diperbuat untuk mengubahnya. Ketika itu pemerintah berusaha terlihat melakukan sesuatu, tetapi hasilnya harga tetap melonjak.
Caci maki lalu terlontar dari masyarakat dan menuding pemerintah tidak becus mengendalikan harga. Biasanya pula respons yang didapat ialah saling menyalahkan di antara menteri terkait. Yang satu merasa impor semestinya dilakukan, yang lain berkukuh pasokan cukup sehingga tidak ada alasan terjadi kenaikan harga. Akan tetapi, tidak untuk tahun ini, duet kerja Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman mampu mendobrak siklus caci maki tersebut.
Mafia perdagangan bahan pangan yang kerap disebut-sebut sebagai biang keladi lonjakan harga, kini tidak terlihat kejahatannya. Di hulu, petani menikmati kenaikan surplus pendapatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai tukar petani pada Juni 2017 naik dari 100,15 pada Mei menjadi 100,53. Angka indeks di atas 100 menunjukkan nilai pendapatan yang diperoleh lebih besar ketimbang belanja rumah tangga petani.
Pada satu sisi, harga pangan yang dibayarkan konsumen relatif stabil, sedangkan di sisi lain petani bisa meraih untung lebih banyak. Hal itu mengindikasikan efisiensi pada rantai distribusi, bukan lemahnya konsumsi. Pekerjaan selanjutnya ialah bagaimana menjadikan kestabilan harga di periode hari raya sebagai tren baru. Kunci tetap pada pasokan dan distribusi.
The Economist Intelligence Unit pada tahun lalu menempatkan indeks keberlanjutan pangan Indonesia di peringkat 21, satu-satunya negara Asia Tenggara yang berada di kelompok 25 besar. Salah satu pendorongnya ialah sumber daya air yang melimpah dan produktivitas lahan. Dengan kondisi sekarang, Indonesia memiliki modal yang cukup untuk memasok pangan bagi rakyat.
Meski begitu, ketahanan pangan Indonesia tidak sekuat keberlanjutan pangan. The Economist menempatkan kita di peringkat 71 dari 133 negara. Kelemahan terbesar Indonesia terdapat pada ketersediaan infrastruktur pertanian, termasuk infrastruktur distribusi, juga kecukupan pasokan dan riset pertanian. Belum lagi masalah korupsi. Tanpa keseriusan dalam mereformasi agraria, lahan pangan akan makin tergerus gelombang konversi lahan.
Apalagi ditambah ketiadaan inovasi dalam produksi pangan akibat nyaris nihilnya riset. Persoalan panjangnya rantai distribusi pun masih menjadi masalah besar. Itu pula yang menyebabkan pendapatan petani relatif kecil sehingga profesi petani lambat laun ditinggalkan. Jangan lupa ada 257 juta penduduk yang harus makan setiap hari dan jumlahnya akan terus meningkat seiring dengan laju pertambahan populasi.
Pemerintah harus bergerak cepat mengantisipasi. Sehebat apa pun kita memacu modernisasi dan industrialisasi, jangan lupakan sektor pertanian dan pangan. Kelengahan dan kemalasan memuliakan Indonesia sebagai negara agraris hanya akan berujung pada kebinasaan negeri nan elok ini.
The Economist Intelligence Unit pada tahun lalu menempatkan indeks keberlanjutan pangan Indonesia di peringkat 21, satu-satunya negara Asia Tenggara yang berada di kelompok 25 besar. Salah satu pendorongnya ialah sumber daya air yang melimpah dan produktivitas lahan. Dengan kondisi sekarang, Indonesia memiliki modal yang cukup untuk memasok pangan bagi rakyat.
Meski begitu, ketahanan pangan Indonesia tidak sekuat keberlanjutan pangan. The Economist menempatkan kita di peringkat 71 dari 133 negara. Kelemahan terbesar Indonesia terdapat pada ketersediaan infrastruktur pertanian, termasuk infrastruktur distribusi, juga kecukupan pasokan dan riset pertanian. Belum lagi masalah korupsi. Tanpa keseriusan dalam mereformasi agraria, lahan pangan akan makin tergerus gelombang konversi lahan.
Apalagi ditambah ketiadaan inovasi dalam produksi pangan akibat nyaris nihilnya riset. Persoalan panjangnya rantai distribusi pun masih menjadi masalah besar. Itu pula yang menyebabkan pendapatan petani relatif kecil sehingga profesi petani lambat laun ditinggalkan. Jangan lupa ada 257 juta penduduk yang harus makan setiap hari dan jumlahnya akan terus meningkat seiring dengan laju pertambahan populasi.
Pemerintah harus bergerak cepat mengantisipasi. Sehebat apa pun kita memacu modernisasi dan industrialisasi, jangan lupakan sektor pertanian dan pangan. Kelengahan dan kemalasan memuliakan Indonesia sebagai negara agraris hanya akan berujung pada kebinasaan negeri nan elok ini.
Demikianlah Artikel Memuliakan Pertanian
Sekianlah artikel Memuliakan Pertanian kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Memuliakan Pertanian dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/memuliakan-pertanian.html