Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS

Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS - Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya. Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.

Judul : Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS

link : Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS

Motobalapan | Dua pimpinan partai politik di Indonesia, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan  Ketua Umum Partai Demokrat Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, tiba-tiba kompak menyoroti masalah kemiskinan di Indonesia. Kenapa mereka kompak menyoroti isu kemiskinan?


Seperti diberitakan media, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyebut Indonesia tambah miskin dalam waktu lima tahun terakhir. "Mata uang kita tambah, tambah rusak, tambah lemah. Apa yang terjadi adalah dalam lima tahun terakhir kita tambah miskin, kurang-lebih 50% tambah miskin," tuding Prabowo di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Jumat (27/7/2018).

Sementara Ketua Umum Partai Demokrat Bapak Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan penduduk miskin di Indonesia berjumlah 100 juta orang dan dalam penghitungannya menggunakan data Bank Dunia dalam menentukan batas kemiskinan.

Keterangan kedua tokoh itu bertolak belakang dengan data BPS yang menunjukkan angka kemiskinan turun hingga di bawah dua digit. Apakah isu kemiskinan yang digulirkan ini merupakan sentimen negatif yang ditebarkan "oposisi" menjelang Pilpres 2019?  Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, mengatakan: Ya itu bukan sentimen negatif, tapi itu sentimen yang tidak benar. Itu bercicara tanpa data yang akurat."

Berikut pernyataan Moldoko selengkapnya:


Bagaimana data yang sebenarnya? Nufransa Wira Sakti (Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan RI) mengatakan, penghitungan yang dilakukan SBY adalah tidak benar.
"Untuk penghitungan poverty line, Bank Dunia tidak menggunakan nilai tukar kurs dolar sebagaimana yang dipakai dalam kurs sehari-hari. Dalam penghitungan tersebut disampaikan bahwa kursnya 13.300 rupiah, sedangkan Bank Dunia dalam penghitungannya menggunakan  nilai tukar sebesar 5.639 rupiah untuk tahun 2018 ini. Nilai tukar ini berbeda karena memperhatikan Purchasing Power Parity. Nilai tukar PPP didapat dengan memperbandingkan berapa banyak yang diperlukan untuk membeli sekaranjang barang dan jasa yang sama di masing masing negara," jelas Nufransa Wira Sakti.

Nufransa Wira Sakti menjelaskan, untuk Indonesia garis kemiskinan 1,9 dolar PPP tahun 2018 setara dengan 321.432 rupiah per kapita per bulan dan ini berarti 1.9 PPP angka kemiskinan untuk Indonesia adalah 4,6 persen dan jumlah orang yang dibawah garis kemiskinan adalah sekitar 12.15 juta jiwa. Sedangkan angka kemiskinan nasional Indonesia yang baru dikeluarkan BPS menunjukkan angka 9.82 persen dengan jumlah orang miskin sebesar 25,95 juta jiwa. "Jadi jumlah orang miskin berdasarkan 1,9 dolar PPP jauh lebih kecil dari 100 juta dan bahkan jauh lebih kecil dari jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS, paparnya.

Disebutkan, Bank Dunia menggunakan garis kemiskinan PPP dan garis kemiskinan nasional masing masing negara untuk dua tujuan yang berbeda.  Garis kemiskinan PPP digunakan untuk memonitor sampai sejauh mana dunia secara keseluruhan pada jalur yang tepat (on track) dalam menangggulangi kemiskinan ekstrem. Sedangkan dalam melihat permasalahan kemiskinan, profil dan apa yang perlu dilakukan dalam mempercepat pengentasan kemiskinan disuatu negara, bank dunia menggunakan garis kemiskinan yang digunakan otoritas statistik negara tersebut.

"Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa garis kemiskinan tersebut sesuai dengan pilihan  konsumsi orang miskin di negara tersebut. Laporan Bank Dunia tentang kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia seperti “Making Indonesia Work for the Poor” (2006) maupun Indonesia Rising Divide (2015) sepenuhnya menggunakan garis kemiskinan BPS," pungkas Nufransa Wira Sakti.

Sementara itu, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2012 jumlah orang miskin di Indonesia tercatat 28,59 juta. Dengan komposisi orang miskin di kota sebanyak 10,33 juta dan orang miskin di pedesaan 18,09 juta.

Kemudian memasuki September 2013 jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 28,55 juta menurun dibandingkan periode September 2012. Untuk jumlah orang miskin di perkotaan tercatat 10,63 juta. Lalu jumlah orang miskin di pedesaan sebesar 17,92 juta.

Selanjutnya periode September 2014 jumlah orang miskin di Indonesia mengalami penurunan jadi 27,73 juta. Lalu jumlah orang miskin di perkotaan 10,36 juta dan orang miskin di pedesaan 17,37 juta.

Jumlah orang miskin pada September 2015 tercatat 28,51 juta lebih tinggi dibandingkan periode 2014. Kemudian untuk jumlah orang miskin di perkotaan tercatat 10,62 juta dan orang miskin di pedesaan 17,89 juta.

Memasuki September 2017 jumlah orang miskin di Indonesia tercatat mengalami penurunan yakni menjadi 26,58 juta dengan komposisi orang miskin di perkotaan 10,27 juta dan orang miskin di pedesaan 16,31 juta.

Periode Maret 2018 jumlah orang miskin di Indonesia tercatat 25,95 juta. Jumlah ini menurun 633 ribu orang dari posisi September 2017 yang sebanyak 26,58 juta.

BPS menyebutkan, jumlah orang miskin di Indonesia sudah berada di posisi single digit. Karena turun 0,30% dibanding September. Pada Maret 2018 posisi persentase kemiskinan tercatat 9,82% lebih rendah dibanding sebelumnya 10,12%.

Namun, angka kemiskinan antara kota dan desa sangat tinggi sekali. Angka kemiskinan di desa 13,20% atau hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kota yang sebesar 7,02%.

BPS menyampaikan penurunan angka kemiskinan per Maret 2018 dikarenakan beberapa faktor, seperti inflasi umum periode September 2017-Maret 2018 sebesar 1,92%, rata-rata pengeluaran perkapita/bulan untuk rumah tangga yang berada di 40% lapisan terbawah selama periode itu tumbuh 3,06%.

Selanjutnya, bansos dari pemerintah tumbuh 87,6% di kuartal I-2018, selanjutnya adalah program beras rastra dan bantuan pangan non tunai yang tersalurkan sesuai jadwal.


Demikianlah Artikel Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS

Sekianlah artikel Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Isu Kemiskinan "Digoreng", Moeldoko Mejawab dengan Data: Hati-Hati Jangan Salahkan BPS dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2018/08/isu-kemiskinan-digoreng-moeldoko.html

Subscribe to receive free email updates: