Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
link : Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
Judul : Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
link : Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
Motobalapan | "Saudara-saudara, saya berusia 25 tahun dan sudah membunuh 309 orang tentara fasis. Apakah kalian tak berpikir, sudah terlalu lama bersembunyi di balik punggung saya?" tanya Lyudmila Mykhailivna Pavlichenko di hadapan jurnalis Amerika dalam sebuah jumpa pers di Chicago pada 1942.
Pertanyaan yang dilontarkan perempuan berjuluk Lady Death itu tak pernah dijawab dengan kata-kata. Para jurnalis Amerika seperti terperangah, mungkin merasa ditampar dengan pertanyaan Lyudmila Pavlichenko. Sebab, di balik kisah hidup Lady Death itu ada 309 tentara penjajah fasis yang tewas dia tembak.
Siapakan dia? Lyudmila Pavlichenko lahir pada 12 Juli 1916 di Bila Tserkva, Ukraina, yang saat itu merupakan bagian dari sebuah negara besar bernama Uni Soviet. Saat berusia 14 tahun, Lyudmila dan keluarganya pindah ke Kiev di mana kemudian dia bergabung dengan Komunitas Relawan untuk Kerja Sama dengan AD, AU dan AL (DOSAAF).
Lyudmila dikenal sebagai sosok siswi yang cemerlang di sekolah. Namun, dia memiliki bakat lain yaitu menembak dan Lyudmila memiliki kemampuan menembak jitu yang amat baik.
Sejak di bangku sekolah, Lyudmila adalah sosok gadis tomboi yang amat kompetitif. Dia gemar bertanding dengan anak laki-laki dalam berbagai jenis olahraga.
Pada 1937, Lyudmila menyelesaikan gelar sarjana sejarah dan mengejar gelar doktor pada 1941 bersamaan dengan saat Jerman menginvasi Uni Soviet. Saat Jerman memasuki kota Odessa, Lyudmila termasuk para relawan pertama yang mendaftar masuk ke batalion infantri.
Dia awalnya ditawari untuk menjadi perawat, tetapi karena memiliki medali menembak dalam berbagai lomba yang diikuti beberapa tahun sebelumnya, Lyudmila akhirnya bergabung dalam kesatuan yang terdiri atas 2.000 sniper perempuan di AD Uni Soviet.
Lyudmila kemudian bergabung dengan Divisi Senapan Chapayev ke-25 dan langsung dikirim ke garis depan pada awal Agustus 1941 bersenjatakan sepucuk senapan semi-otomatis Tokarev SVT-40.
Dan Lyudmila langsung menunjukkan prestasinya. Pada akhir Agustus, dia sudah mencatatkan 100 "pembunuhan" yang terkonfirmasi. Alhasil, Lyudmila langsung dipromosikan menjadi Sersan Senior.
Pada pertengahan Oktober 1941, saat Jerman sudah menguasai Odessa, unit tempur Lyudmila dievakuasi dengan menggunakan kapal ke Sevastopol di Semenanjung Crimea. Di sanalah, Lyudmila memulai petualangan "counter-sniper" atau berduel dengan para sniper Jerman. Dalam duel-duel, Lyudmila tak jarang harus berdiam diri selama beberapa jam hingga beberapa hari untuk mencari kelengahan lawan. Lyudmila tak pernah kalah dalam duel ini. Dia dipastikan sukses menewaskan 36 orang sniper Jerman.
Terbukti, perjalanan Lyudmila ke AS dan Kanada sukses besar. Di Kanada, dia disambut ribuan orang dan seorang sesama sniper Uni Soviet di Union Station, Toronto. Pada November 1942 di Inggris, dia mendapatkan sumbangan dari para pekerja pabrik berupa tiga unit mesin X-ray bernilai 4.516 poundsterling untuk AD Uni Soviet.
Setelah pulang kampung, Lyudmila naik pangkat menjadi Mayor dan menerima penghargaan Bintang Emas, dan didaulat menjadi pahlawan Uni Soviet. Namun, Lyudmila tak pernah lagi dikirim ke medan perang dan kemudian menjadi pelatih para sniper Uni Soviet hingga Perang Dunia II berakhir.
Di akhir perang, dari 2.000 sniper perempuan Uni Soviet, hanya 500 orang yang berhasil lolos dari maut dan Lyudmila adalah salah satu dari mereka.
Saat perang berakhir, Lyudmila menyelesaikan studi doktoralnya dan menjadi sejarawan. Dia kemudian bekerja sebagai peneliti untuk AL Uni Soviet, kembali menikah, dan menjalani kehidupan tenang di sebuah apartemen dua kamar.
Pada 1957, Eleanor Roosevelt mendapatkan izin untuk mengunjungi Uni Soviet. Di sana, Eleanor disambut hangat tetapi tak diizinkan bertemu siapapun tanpa pendamping dari pemerintah. Di Moskwa, Eleanor terus bertanya soal Lyudmila hingga akhirnya dia dibawa untuk mengunjungi sang sahabat di apartemennya.
Lyudmila Pavlichenko meninggal dunia pad 10 Oktober 1974 dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Moskwa. Dua tahun kemudian, sebuah perangko dengan wajah Lyudmila diterbitkan untuk mengenang jasa sang sniper perempuan paling mematikan itu.
Pertanyaan yang dilontarkan perempuan berjuluk Lady Death itu tak pernah dijawab dengan kata-kata. Para jurnalis Amerika seperti terperangah, mungkin merasa ditampar dengan pertanyaan Lyudmila Pavlichenko. Sebab, di balik kisah hidup Lady Death itu ada 309 tentara penjajah fasis yang tewas dia tembak.
Siapakan dia? Lyudmila Pavlichenko lahir pada 12 Juli 1916 di Bila Tserkva, Ukraina, yang saat itu merupakan bagian dari sebuah negara besar bernama Uni Soviet. Saat berusia 14 tahun, Lyudmila dan keluarganya pindah ke Kiev di mana kemudian dia bergabung dengan Komunitas Relawan untuk Kerja Sama dengan AD, AU dan AL (DOSAAF).
Lyudmila dikenal sebagai sosok siswi yang cemerlang di sekolah. Namun, dia memiliki bakat lain yaitu menembak dan Lyudmila memiliki kemampuan menembak jitu yang amat baik.
Sejak di bangku sekolah, Lyudmila adalah sosok gadis tomboi yang amat kompetitif. Dia gemar bertanding dengan anak laki-laki dalam berbagai jenis olahraga.
Pada 1937, Lyudmila menyelesaikan gelar sarjana sejarah dan mengejar gelar doktor pada 1941 bersamaan dengan saat Jerman menginvasi Uni Soviet. Saat Jerman memasuki kota Odessa, Lyudmila termasuk para relawan pertama yang mendaftar masuk ke batalion infantri.
Dia awalnya ditawari untuk menjadi perawat, tetapi karena memiliki medali menembak dalam berbagai lomba yang diikuti beberapa tahun sebelumnya, Lyudmila akhirnya bergabung dalam kesatuan yang terdiri atas 2.000 sniper perempuan di AD Uni Soviet.
Lyudmila kemudian bergabung dengan Divisi Senapan Chapayev ke-25 dan langsung dikirim ke garis depan pada awal Agustus 1941 bersenjatakan sepucuk senapan semi-otomatis Tokarev SVT-40.
Dan Lyudmila langsung menunjukkan prestasinya. Pada akhir Agustus, dia sudah mencatatkan 100 "pembunuhan" yang terkonfirmasi. Alhasil, Lyudmila langsung dipromosikan menjadi Sersan Senior.
Lyudmila Pavlichenko, terkonfirmasi menewaskan 309 personel militer Jerman selama Perang Dunia II. |
Duel terpanjangnya memakan waktu selama tiga hari tetapi Lyudmila bisa memenangkan duel maut itu setelah sang sniper Jerman "terlalu banyak membuat gerakan". Atas prestasinya itu, pada Mei 1942 Lyudmila naik pangkat menjadi Letnan dan telah menewaskan 257 orang prajurit Jerman.
Saat menerima penghargaan dan kenaikan pangkatnya Lyudmilla hanya berkomentar singkat,"Saya akan membunuh lebih banyak lagi."
Saat itu, nama Lyudmila sudah dikenal dan Jerman berusaha untuk membunuh atau setidaknya membuat sang sniper perempuan berhenti beraksi. Berbagai cara digunakan termasuk dengan menggunakan pelantang suara, Jerman menawarkan pangkat perwira dan persediaan coklat tak terbatas bagi Lyudmila.
Namun, tawaran itu dibalas Lyudmila dengan membunuh tentara Jerman ke-309. Alhasil , Jerman amat berang dan bertekad akan membunuh lalu memotong tubuh Lyudmila hingga 309 bagian.
Ancaman Jerman itu ditanggapi ringan Lyudmila bahkan dia merasa tersanjung karena musuh mengetahui "prestasinya" itu.
Kesuksesan Lyudmila terletak pada strateginya yang unik pada saat itu. Dia kerap mengikatkan manekin denan pakaian mencolok di pepohonan untuk menarik perhatian musuh. Saat tentara Jerman melepaskan tembakan, Lyudmila membalas dari arah yang tak diketahui pasukan musuhnya.
Biasanya dia menembak kaki seorang tentara, saat kawan-kawannya datang membantu, barulah Lyudmila menghabisi mereka semua. Selalu berada di garis depan membuat Lyudmila beberapa kali terluka. Dia juga kehilangan beberapa anggota keluarga termasuk suaminya.
Pada Juni 1942, Lyudmila terluka akibat tembakan mortir Jerman. Setelah pulih, dia "diliburkan" dari tugas tempur dan pada Juli di tahun yang sama dikirim ke Amerika Serikat dan Kanada dalam misi hubungan baik. Dia menjadi warga Uni Soviet pertama yang diterima Presiden AS Franklin D Roosevelt di Gedung Putih dan saat itulah persahabatannya dengan Eleanor dimulai.
Berbagai pernyataan Lyudmila di hadapan jurnali Amerika amat mengejutkan termasuk dalam sebuah jumpa pers di Chicago. "Saudara-saudara, saya berusia 25 tahun dan sudah membunuh 309 orang tentara fasis. Apakah kalian tak berpikir, sudah terlalu lama bersembunyi di balik punggung saya?" ujar Lyudmila.
Saat menerima penghargaan dan kenaikan pangkatnya Lyudmilla hanya berkomentar singkat,"Saya akan membunuh lebih banyak lagi."
Saat itu, nama Lyudmila sudah dikenal dan Jerman berusaha untuk membunuh atau setidaknya membuat sang sniper perempuan berhenti beraksi. Berbagai cara digunakan termasuk dengan menggunakan pelantang suara, Jerman menawarkan pangkat perwira dan persediaan coklat tak terbatas bagi Lyudmila.
Namun, tawaran itu dibalas Lyudmila dengan membunuh tentara Jerman ke-309. Alhasil , Jerman amat berang dan bertekad akan membunuh lalu memotong tubuh Lyudmila hingga 309 bagian.
Ancaman Jerman itu ditanggapi ringan Lyudmila bahkan dia merasa tersanjung karena musuh mengetahui "prestasinya" itu.
Kesuksesan Lyudmila terletak pada strateginya yang unik pada saat itu. Dia kerap mengikatkan manekin denan pakaian mencolok di pepohonan untuk menarik perhatian musuh. Saat tentara Jerman melepaskan tembakan, Lyudmila membalas dari arah yang tak diketahui pasukan musuhnya.
Biasanya dia menembak kaki seorang tentara, saat kawan-kawannya datang membantu, barulah Lyudmila menghabisi mereka semua. Selalu berada di garis depan membuat Lyudmila beberapa kali terluka. Dia juga kehilangan beberapa anggota keluarga termasuk suaminya.
Pada Juni 1942, Lyudmila terluka akibat tembakan mortir Jerman. Setelah pulih, dia "diliburkan" dari tugas tempur dan pada Juli di tahun yang sama dikirim ke Amerika Serikat dan Kanada dalam misi hubungan baik. Dia menjadi warga Uni Soviet pertama yang diterima Presiden AS Franklin D Roosevelt di Gedung Putih dan saat itulah persahabatannya dengan Eleanor dimulai.
Lyudmila Pavlichenko (tengah) diapit Hakim Agung Robert Jackson dan ibu negara Eleanor Roosevelt saat mengunjungi Washington DC pada 1942. |
Terbukti, perjalanan Lyudmila ke AS dan Kanada sukses besar. Di Kanada, dia disambut ribuan orang dan seorang sesama sniper Uni Soviet di Union Station, Toronto. Pada November 1942 di Inggris, dia mendapatkan sumbangan dari para pekerja pabrik berupa tiga unit mesin X-ray bernilai 4.516 poundsterling untuk AD Uni Soviet.
Setelah pulang kampung, Lyudmila naik pangkat menjadi Mayor dan menerima penghargaan Bintang Emas, dan didaulat menjadi pahlawan Uni Soviet. Namun, Lyudmila tak pernah lagi dikirim ke medan perang dan kemudian menjadi pelatih para sniper Uni Soviet hingga Perang Dunia II berakhir.
Di akhir perang, dari 2.000 sniper perempuan Uni Soviet, hanya 500 orang yang berhasil lolos dari maut dan Lyudmila adalah salah satu dari mereka.
Saat perang berakhir, Lyudmila menyelesaikan studi doktoralnya dan menjadi sejarawan. Dia kemudian bekerja sebagai peneliti untuk AL Uni Soviet, kembali menikah, dan menjalani kehidupan tenang di sebuah apartemen dua kamar.
Pada 1957, Eleanor Roosevelt mendapatkan izin untuk mengunjungi Uni Soviet. Di sana, Eleanor disambut hangat tetapi tak diizinkan bertemu siapapun tanpa pendamping dari pemerintah. Di Moskwa, Eleanor terus bertanya soal Lyudmila hingga akhirnya dia dibawa untuk mengunjungi sang sahabat di apartemennya.
Lyudmila Pavlichenko meninggal dunia pad 10 Oktober 1974 dalam usia 58 tahun dan dimakamkan di Moskwa. Dua tahun kemudian, sebuah perangko dengan wajah Lyudmila diterbitkan untuk mengenang jasa sang sniper perempuan paling mematikan itu.
Demikianlah Artikel Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler
Sekianlah artikel Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Lady Death: Sniper Pejuang yang Paling Diburu Tentara Hitler dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2018/05/lady-death-sniper-pejuang-yang-paling.html