Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
link : Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
Judul : Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
link : Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
Motobalapan |
Tentara Uni Soviet (kini Rusia) dikenal banyak memiliki jago tembak (sniper) yang hebat. Namun di antara jago tembak Soviet ternyata pada takut dengan Simo Häyhä, seorang petani Finlandia yang menjadi jago tembak saat mengikuti wajib militer Finlandia. Kenapa Simo Häyhä ditakuti para tentara Uni Soviet? Karena Simo adalah 'The White Death’ (Malaikat Maut Putih), yakni seorang sniper yang mampu membunuh ratusan lawannya.
Pada dasarnya, Simo Häyhä adalah seorang petani yang gemar berburu. Namun, lelaki kelahiran 17 Desember 1905 ini akhirnya mengikuti wajib militer selama setahun ketika negarnya menhadapi ancaman agresi dari Uni Soviet. Pada 1939, ketika Uni Soviet menyerang Finlandia dalam Perang Musim Dingin, Häyhä memutuskan ikut bertempur membantu Finlandia dengan menggunakan senapan standar.
Selama Perang Musim Dingin inilah Häyhä mendapat julukannya 'The White Death’ atau Malaikat Maut Putih. Jumlah musuh yang dia cabut dengan senjatanya mencapai 705 orang. Sebanyak 505 orang dibunuhnya menggunakan senapan, 200 lainnya dengan senapan otomatis. Korban sebanyak itu dibunuh oleh Simo dalam waktu kurang dari 100 hari saja! Perlu dicatat, semua angka itu adalah angka yang terkonfirmasi dengan lawan. Diperkirakan, jumlah nyawa yang direnggut lagi lebih banyak lagi.
Selama bertugas di era Perang Musim Dingin, melawan Uni Soviet pada tahun 1939-1940, Simo hanya memakai senapan standar dan tidak memakai lensa pembidik seperti halnya senapan sniper modern. Hebatnya lagi, Simo mampu bertempur di tengah udara dingin ekstrem hingga pada suhu minus 40 derajat celcius.
Kisah Simo Hayha menjadi kisah legenda yang diceritakan dari satu sniper ke sniper lain. Konon, saat bertempur, Hayha hanya berdiam diri di satu tempat, lalu membunuh semua lawannya satu per satu di medan perang. Tapi dari sekian banyak lawannya tak ada yang bisa tahu di mana keberadaan Hayha meski sudah berada di medan tempur selama 3 bulan lamanya.
Para lawannya kesulitan menemukannya karena Hayha memang sniper cerdas yang pintar menyamarkan diri dalam alam bersalju. Saat bertempur, dia memakai baju serba putih, termasuk topeng putih untuk menutupi wajahnya. Ketika bersembunyi dari lawannya, Hayha terbiasa memasukkan salju di mulutnya. Ini agar mulut Hayha tak mengeluarkan uap ketika bernafas di udara dingin. Karena itu, musuhnya sulit menemukan keberadaan Hayha.
Kehebatannya membuat Soviet berusaha ingin menyingkirkan Hayha. Namun pasukan khusus yang dikirim Soviet untuk menghabisi Hayha ternyata semuanya tewas. Akhirnya, Soviet mengumpulkan sebuah tim counter-sniper untuk mengimbangi kemapanan Hayha dalam menembak jauh (sniper VS sniper). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang selamat dari bidikannya. Dalam masa 100 hari, Hayha membunuh 542 prajurit dengan senapannya. selebihnya dia habisi dengan SMG. Jumlah keseluruhannya mencapai 705 orang.
Pada akhirnya, tidak ada satupun prajurit Soviet yang berani mendekati area-area dimana Hayha diperkirakan bersembunyi. Tentara Soviet kemudian melaksanakan carpet-bombing di area-area yang diperkirakan sebagai tempat Hayha bersembunyi. Namun Hayha berhasil selamat. Padahal, taktik carpet-bombing yang dilancarkan Soviet itu hanya untuk memburu Hayha seorang.
Tanggal 6 Maret 1940, seseorang yang beruntung berhasil menembak Hayha di kepala dengan peluru peledak. Ketika ditemukan dan dibawa kembali ke markas, setengah dari wajah Hayha telah hancur The White Death telah berhasil dihentikan. Ajaibnya, Simo tak meninggal.
Pada hari ke-13 setelah tertembak, dia sadar dari koma. Sebuah hal yang dramatis, tepat di hari ketika Simo bangun, pihak Soviet dan Finlandia memutuskan berdamai dan menghentikan perang. Meski selamat, Simo mengalami cacat wajah secara permanen
Pada tahun 1998, Simo diwawancarai soal apa resep sehingga dia bisa menjadi sniper hebat. Simo menjawab singkat : "Latihan,"
Lalu, dia ditanya, apakah dia menyesal telah membunuh banyak manusia.
Begini jawaban Simo : "Aku hanya menjalankan tugasku, itu yang aku lakukan, sebaik mungkin akan kulakukan,"
Kisah Simo menjadi inspirasi lagu White Death, sebuah lagu yang dipopulerkan band metal asal Swedia, Sabaton.
Simo Hayha meninggal pada tahun 2002, atau pada usia 96 tahun, di rumah sakit khusus veteran perang. Pada nisannya, selain nama, tertulis 3 kata dalam bahasa Finlandia. Tiga kata itu adalah : Rumah, Agama, Ibu Pertiwi.
Tentara Uni Soviet (kini Rusia) dikenal banyak memiliki jago tembak (sniper) yang hebat. Namun di antara jago tembak Soviet ternyata pada takut dengan Simo Häyhä, seorang petani Finlandia yang menjadi jago tembak saat mengikuti wajib militer Finlandia. Kenapa Simo Häyhä ditakuti para tentara Uni Soviet? Karena Simo adalah 'The White Death’ (Malaikat Maut Putih), yakni seorang sniper yang mampu membunuh ratusan lawannya.
Pada dasarnya, Simo Häyhä adalah seorang petani yang gemar berburu. Namun, lelaki kelahiran 17 Desember 1905 ini akhirnya mengikuti wajib militer selama setahun ketika negarnya menhadapi ancaman agresi dari Uni Soviet. Pada 1939, ketika Uni Soviet menyerang Finlandia dalam Perang Musim Dingin, Häyhä memutuskan ikut bertempur membantu Finlandia dengan menggunakan senapan standar.
Selama Perang Musim Dingin inilah Häyhä mendapat julukannya 'The White Death’ atau Malaikat Maut Putih. Jumlah musuh yang dia cabut dengan senjatanya mencapai 705 orang. Sebanyak 505 orang dibunuhnya menggunakan senapan, 200 lainnya dengan senapan otomatis. Korban sebanyak itu dibunuh oleh Simo dalam waktu kurang dari 100 hari saja! Perlu dicatat, semua angka itu adalah angka yang terkonfirmasi dengan lawan. Diperkirakan, jumlah nyawa yang direnggut lagi lebih banyak lagi.
Selama bertugas di era Perang Musim Dingin, melawan Uni Soviet pada tahun 1939-1940, Simo hanya memakai senapan standar dan tidak memakai lensa pembidik seperti halnya senapan sniper modern. Hebatnya lagi, Simo mampu bertempur di tengah udara dingin ekstrem hingga pada suhu minus 40 derajat celcius.
Kisah Simo Hayha menjadi kisah legenda yang diceritakan dari satu sniper ke sniper lain. Konon, saat bertempur, Hayha hanya berdiam diri di satu tempat, lalu membunuh semua lawannya satu per satu di medan perang. Tapi dari sekian banyak lawannya tak ada yang bisa tahu di mana keberadaan Hayha meski sudah berada di medan tempur selama 3 bulan lamanya.
Para lawannya kesulitan menemukannya karena Hayha memang sniper cerdas yang pintar menyamarkan diri dalam alam bersalju. Saat bertempur, dia memakai baju serba putih, termasuk topeng putih untuk menutupi wajahnya. Ketika bersembunyi dari lawannya, Hayha terbiasa memasukkan salju di mulutnya. Ini agar mulut Hayha tak mengeluarkan uap ketika bernafas di udara dingin. Karena itu, musuhnya sulit menemukan keberadaan Hayha.
Kehebatannya membuat Soviet berusaha ingin menyingkirkan Hayha. Namun pasukan khusus yang dikirim Soviet untuk menghabisi Hayha ternyata semuanya tewas. Akhirnya, Soviet mengumpulkan sebuah tim counter-sniper untuk mengimbangi kemapanan Hayha dalam menembak jauh (sniper VS sniper). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang selamat dari bidikannya. Dalam masa 100 hari, Hayha membunuh 542 prajurit dengan senapannya. selebihnya dia habisi dengan SMG. Jumlah keseluruhannya mencapai 705 orang.
Pada akhirnya, tidak ada satupun prajurit Soviet yang berani mendekati area-area dimana Hayha diperkirakan bersembunyi. Tentara Soviet kemudian melaksanakan carpet-bombing di area-area yang diperkirakan sebagai tempat Hayha bersembunyi. Namun Hayha berhasil selamat. Padahal, taktik carpet-bombing yang dilancarkan Soviet itu hanya untuk memburu Hayha seorang.
Tanggal 6 Maret 1940, seseorang yang beruntung berhasil menembak Hayha di kepala dengan peluru peledak. Ketika ditemukan dan dibawa kembali ke markas, setengah dari wajah Hayha telah hancur The White Death telah berhasil dihentikan. Ajaibnya, Simo tak meninggal.
Pada hari ke-13 setelah tertembak, dia sadar dari koma. Sebuah hal yang dramatis, tepat di hari ketika Simo bangun, pihak Soviet dan Finlandia memutuskan berdamai dan menghentikan perang. Meski selamat, Simo mengalami cacat wajah secara permanen
Pada tahun 1998, Simo diwawancarai soal apa resep sehingga dia bisa menjadi sniper hebat. Simo menjawab singkat : "Latihan,"
Lalu, dia ditanya, apakah dia menyesal telah membunuh banyak manusia.
Begini jawaban Simo : "Aku hanya menjalankan tugasku, itu yang aku lakukan, sebaik mungkin akan kulakukan,"
Kisah Simo menjadi inspirasi lagu White Death, sebuah lagu yang dipopulerkan band metal asal Swedia, Sabaton.
Simo Hayha meninggal pada tahun 2002, atau pada usia 96 tahun, di rumah sakit khusus veteran perang. Pada nisannya, selain nama, tertulis 3 kata dalam bahasa Finlandia. Tiga kata itu adalah : Rumah, Agama, Ibu Pertiwi.
Demikianlah Artikel Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia
Sekianlah artikel Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Simo Häyhä 'The White Death’: Sniper pali ditakuti tentara Rusia dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/11/simo-hayha-white-death-sniper-pali.html