Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya

Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya - Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya. Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.

Judul : Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya

link : Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya

Motobalapan | Berita Vlova - Metrotvnews.com, Kutupalong: Sepak bola bukan hanya media pemersatu bangsa. Tetapi bisa membuat "pelarian" yang menyenangkan buat sebagian pengungsi muslim Rohingya di Bangladesh.

Di bawah rintikan hujan, Mohammad Ismail bersiap melepaskan tendangan menggunakan sepatu yang dibelikan ayahnya. Sempat diadang oleh seorang bek, dengan cepat pria berusia 24 tahun itu coba mengeluarkan tembakan yang membuat kiper lawan terdiam.

Ismail adalah pengungsi Rohingya generasi kedua, yang lahir di kamp kumuh di Cox's Bazar. Tepatnya di ujung selatan Bangladesh. Ia terpaksa hidup di pengungsian, setelah orang tuanya melarikan diri dari kekerasan di negara mereka, Myanmar.

Klik di sini: Deretan Pemain yang Pernah Membela Man United & Chelsea

Bermain bola bisa menghilangkan kejenuhan, sekaligus pelarian yang menyenangkan untuk melupakan masa suramnya selama hidup di pengungsian.

"Ketika saya bermain sepak bola, kesedihan dan kemarahan akan hilang. Tapi setelah saya selesai bermain, dua hal itu datang kembali," ujar Ismail membuka percakapan ketika diwawancarai New York Times.

Lapangan sepak bola bagi pengungsi Rohingya terletak di dataran tinggi dengan dilengkapi pemandangan kamp pengungsi Kutupalong dengan gubuk yang diselimuti lumpur dan dipagari bambu. Sesekali klakson mobil terdengar, lantaran lapangan tersebut tak jauh dari jalan.


Kamp pengungsian Kutupalong (New York Times)

Keluarga Ismail datang pada 1992 bersama gelombang pertama pengungsi Rohingya. Ketika itu sekira 250 ribu pengungsi melarikan diri dari kekerasan yang dilakukan militer Myanmar.

Sebanyak 33 ribu orang menetap di pengungsian resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kutupolang dan Nayapara, sebelah selatan di perbatasan Bangladesh-Myanmar.

Klik di sini: Thailand Siap Sapu Bersih Sepak Bola SEA Games

Sejatinya, Bangladesh merupakan negara dengan penduduk yang sangat padat. Sejak 1992, mereka padahal telah berhenti menerima pengungsi dari Rohingya. Tapi pada 2012, sebanyak 200 ribu pengungsi kembali datang. Sehingga muncullah perkampungan tak resmi yang didirikan pengungsi.

Pemerintah Bangladesh telah menolak izin pendidikan bagi para pengungsi. Sebab jika mereka menetap di sini, tingkat populasi negara tersebut tak tertahankan.

Hidupnya Kompetisi Sepak Bola
Saking banyaknya pengungsi, membuat mereka berpikiran untuk menciptakan klub dan kompetisi sepak bola.

Mohammed Farouque, salah satu pengungsi yang mengelola sebuah klub sepak bola Rohingya di Malaysia, mengatakan bahwa sepak bola sebenarnya dilarang oleh Rohingya di Myanmar. Namun pelarangan itu tak berlaku, ketika mereka ada di pengungsian. Sebab sepak bola merupakan hal yang menyenangkan ketimbang memikirkan nasib mereka.

Di Malaysia dan Bangladesh, kebanyakan Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan, tapi setidaknya mereka bisa menyelenggarakan kompetisi sepak bola. "Ini adalah satu dari dari sedikit kebebasan yang kami miliki," kata Farouque.
Bahkan di Bangladesh, ada 16 klub di mana delapan di antaranya di kamp tidak resmi dan delapan lagi berasal dari kamp resmi. Mereka melakukan kompetisi bergaya Piala Dunia tahunan.

'Piala Super' antar Pengungsi Rohingya
Ismail mengatakan bahwa tim kamp tidak resmi akan lebih kuat tahun ini, karena mereka memiliki lebih banyak pemain untuk dipilih, namun ada pendapat yang menganggap bahwa pengungsi yang terdaftar lebih siap.

Tim yang terdaftar telah ada cukup lama untuk mengumpulkan peralatan olah raga mereka. Semua peralatan itu mereka dapatkan dari dana Badan Pengungsi PBB (U.N.H.C.R). Ironisnya bagi pemain yang tidak terdaftar, mereka kerap memakai sandal jepit atau bermain dengan kaki telanjang untuk bisa merasakan kesenangan itu.

"Tim Ismail mengalahkan kami terakhir kali karena mereka memiliki sepatu bot, sedangkan kami tidak melakukannya. Sebab sebagian besar pemain kami baru-baru ini datang ke pengungsian," ujar Ziabur Rohaman, pria 32 tahun yang membawa istri dan anaknya meninggalkan Myanmar pada Oktober kemarin.


Ziabur Rohaman, pengungsi yang tak terdaftar (New York Times)

Nantinya juara dari kompetisi Kutupalong bakal memainkan pertandingan menghadapi tim dari kamp Nayapara, yang jaraknya sekitar 80 km. Pertandingan itu memperebutkan gelar antar pengungsi Rohingya di Bangladesh.

Pada tahun lalu, tim terbaik Kutupalong mampu mengalahkan wakil Nayapara dengan skor 3-0. Itu merupakan momen yang membanggakan untuk para pengungsi di sana. "Saya mencetak salah satu gol, dan rekan setim saya memilih saya sebagai pemain terbaik," ujar Ismail.

Menutupi Statusnya sebagai Pengungsi Rohingya
Seperti kebanyakan orang di kamp, ??Ismail telah mengalami tragedi dan masa-masa sulit. Musim gugur lalu, pamannya terbunuh oleh tentara Myanmar. Katanya, mendiang dibunuh lantaran memaksa bibi dan beberapa sepupunya untuk bergabung dengan keluarganya di Bangladesh.

Desember lalu, dia mencoba menyelundupkan dirinya ke Malaysia. Di mana melalui koneksi dari keluarganya, dia mungkin bisa masuk ke sebuah universitas. Tapi penyelundup yang berjanji akan membantunya lolos, membawa kabur uangnya sekira USD3.700. Mirisnya, uang itu hasil dari upaya ibunya menjual perhiasan.

Klik di sini: Presiden Barcelona Tanggapi Kritikan Xavi tentang La Masia

"Itu berasal dari semua tabungan saya, ditambah uang yang saya pinjam dan uang yang diberikan ibu saya setelah menjual perhiasannya," ujar Ismail.

Ismail kemungkinan besar tidak akan pernah berhadapan dengan pemain profesional secara langsung. Sebab Rohingya tidak diizinkan bermain di liga resmi. Tapi pemain terbaik mereka, termasuk Ismail, terkadang direkrut oleh salah satu klub resmi.

"Kami tidak mengatakan kepada lawan bahwa saya adalah pengungsi Rohingya. Sebab mereka mungkin tidak setuju bahwa saya berhak untuk bermain," katanya.

Kini ia fokus untuk bisa memelihara waktunya untuk sepak bola. Pelarian yang ia anggap menyenangkan di balik masa lalunya yang disusupi masa-masa kelam.

Taklukkan Real Madrid, Barcelona Juara International Champions Cup 2017
 ...


Sumber : http://ift.tt/2veBq5F

Demikianlah Artikel Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya

Sekianlah artikel Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sepak Bola, Pelarian yang Menyenangkan bagi Pengungsi Rohingya dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/sepak-bola-pelarian-yang-menyenangkan.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :