Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
- Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya.
Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru
Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.
Judul : Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
link : Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
Judul : Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
link : Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
Motobalapan |
China memiliki tiga pangkalan militer berskala besar yang telah selesai dibangun di Laut China Selatan. Pangkalan terdiri dari angkatan laut, udara, radar, dan fasilitas pertahanan rudal. Sejak Maret 2017, otoritas China sudah dapat menempatkan pesawat tempur dan peluncur rudalnya di perairan sengketa Laut China Selatan.
“Beijing sekarang dapat menggeser aset-aset militernya, termasuk pesawat tempur, dan peluncur-peluncur dual bergerak, ke Kepulauan Spratly kapan saja,” kata Asia Martitim Transparency Initiative (AMTI), bagian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington DC, AS.
AMTI merilis citra stelit yang diperolehnya pada Maret 2017 lalu dengan sebutan pangkalan udara di “tiga besar” pulau, yakni pulau karang Subi, Subi, Mischief, dan Fiery Cross. Citra satelit di tiga pulau sengketa itu, dianalisa oleh AMTI melalui citra satelit komersial beresolusi tinggi selama dua tahun.
“China memiliki tiga pangkalan udara di Spratly dan lainnya di Pulau Woody dan Kepulauan Paracel, yang akan memungkinkan pesawat tempur militer China beroperasi ke hampir seluruh Laut China Selatan,” kata AMTI. “Hal serupa juga berlaku pada jangkauan radar China.”
Lembaga think tank AMTI juga mengatakan, China telah memasang rudal HQ-9, sebuah rudal permukaan-ke-udara pada salah satu pulau dan rudal anti-kapal laut. Selain itu, China juga juga telah dibangun hanggar untuk 72 pesawat tempur dan beberapa peluncur bom yang lebih besar.
Direktur AMTI, Greg Poling, mengatakan gambar menunjukkan antena radar baru di Fiery Cross dan Subi. Namun, China menyangkal jika mereka disebut sedang melakukan militerisasi di Laut China Selatan, wilayah perairan yang diduga memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar.
Perairan sengketa dengan Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina itu juga merupakan rute pelayaran komersial di dunia. Reklamasi pulau-pulau oleh China juga membawa dampak buruk pada beberapa area terumbu karang yang paling kaya dan beragam di dunia tersebut.
Beijing menegaskan kedaulatan atas wilayah maritim yang mencakup 3,5 juta km persegi. Namun klaim yang juga diajukan negara-negara tetangga tersebut telah memicu gejolak di kasawab. Pembangunan pangkalan militer China di Laut China Seltan jelas menjadi salah satu tantangan besar bagi kebijakan luar negeri pemerintah Presiden AS Donald Trump.
China memperkuat fasilitas militer di Laut China Selatan
Belakangan, China dikabarkan terus memperkuat keberadaannya di Laut China Selatan dengan membangun fasilitas militer baru di pulau-pulau di perairan tersebut. Sebuah lembaga kajian (think-thank) Amerika Serikat, Kamis (29/6/2017), melaporkan, China telah membangun fasilitas militer baru, seperti dilaporkan Reuters.
Langkah itu jelas dapat meningkatkan ketegangan dengan Washington, yang menuduh Beijing melakukan militerisasi di jalur maritim paling vital di kawasan Asia. Inisiatif Transparansi Maritim Asia (AMTI), bagian dari Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, mengatakan, citra satelit baru menunjukkan aktivitas yang terus meningkat di perairan Laut China Selatan.
China telah membangun tempat penampungan rudal dan fasilitas radar dan komunikasi yang di pulau-pulau karang Fiery Cross, Mischief, Subi Reefs, di Kepulauan Spratly. Washington telah mengkritik pembangunan fasilitas militer China di pulau-pulau buatan dan khawatir fasilitan itu dapat digunakan untuk membatasi pergerakan kapal secara bebas melalui Laut
China Selatan, sebuah jalur perdagangan yang penting untuk seluruh komunitas niaga dunia. Sebuah kapal perang Angkatan Laut AS pernah berlayar dalam jarak 12 mil laut di Mischief Reef untuk menunjukkan tentang kebebasan operasi navigasi.
Klaim China terhadap sebagian besar jalur laut di kawasan Laut Chian Selatan mulai ditantang keras sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai menjabat. China selalu membantah tuduhan AS bahwa pihaknya melakukan militerisasi di Laut China Selatan, yang juga diklaim oleh negara tetangga seperti Taiwan, dan negara-negara anggota ASEAN seperti Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Trump telah meminta bantuan China untuk mengekang program nuklir dan rudal Korut. Namun, ketegangan antara Washington dan Beijing mengenai instalasi militer di Laut Cina Selatan dapat mempersulit upaya tersebut. China telah membangun empat tempat penampungan rudal baru di Fiery Cross Reef untuk menuju ke delapan pulau di kawasan itu, kata AMTI. Mischief dan Subi masing-masing memiliki delapan tempat penampungan, kata think tank tersebut dalam sebuah laporan sebelumnya.
Pada Februari lalu, Reuters melaporkan bahwa China telah hampir selesai membangun gedung untuk menampung rudal permukan-ke-udara jarak jauh di tiga pulau. Di pulau Mischief Reef, array antena yang sangat besar sedang dipasang, yang tampaknya digunakan untuk meningkatkan kemampuan Beijing memantau lingkungan di sekitarnya, kata AMTI.
Sebuah kubah besar baru-baru ini dipasang di Fiery Cross dan satu lagi sedang dalam pembangunan, yang menunjukkan sistem komunikasi atau radar yang cukup besar, kata AMTI. Dua kubah lainnya dibangun di Mischief Reef, katanya. Sebuah kubah yang lebih kecil dipasang di dekat tempat penampungan rudal di Mischief, "menunjukkan bahwa itu dapat dihubungkan ke radar untuk sistem rudal yang mungkin ada di sana," kata AMTI.
"Beijing sekarang dapat menggunakan aset militer, termasuk pesawat tempur dan peluncur rudal bergerak, ke Kepulauan Spratly setiap saat," katanya.
Indonesia "sulap" tiga pulau terluar sebagai pangkalan militer
Sementara Tentara Nasional Indonesia (TNI) kini sedang dalam proses 'menyulap' tiga pulau terluar wilayah Indonesia yakni Natuna, Bitung, dan Selaru menjadi pangkalan militer. Penguatan pangkalan militer itu untuk menjaga wilayah perbatasan maritim Indonesia dari potensi permasalahan yang datang dari luar, salah satunya potensi konflik di Laut China Selatan.
Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman mengatakan, penguatan pangkalan militer salah satunya disebabkan dinamika konflik di Laut China Selatan saat ini begitu tinggi. Pasalnya, beberapa negara seperti China, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, Vietnam, dan Amerika kerap bersengketa dalam wilayah perairan tersebut. "Makanya fasilitas dukungan pangkalannya kami tingkatkan. Kalau pangkalannya sendiri sudah ada," kata Taufiqoerrochman di Jakarta, Senin (18/12).
Taufiqoerrochman mengatakan, penguatan itu nantinya dapat dilakukan dengan menambah fasilitas pangkalan militer. Fasilitas itu meliputi tempat sandar, dukungan logistik, rekreasi, dan perbaikan kapal. "Jadi kapal enggak perlu balik lagi ke pangkalan induk kalau hanya pemulihan ringan. Kecuali untuk yang memang pemulihan tingkat berat, dia harus kembali ke pangkalan induk, tapi kalau untuk tingkat harian, medium, itu cukup di pangkalan yang kami tingkatkan itu," kata Taufiqoerrochman.
Taufiqoerrochman mengatakan, nantinya penguatan pangkalan militer tersebut akan difokuskan melalui anggaran milik TNI AL saaat ini. Pertimbangan itu diambil mengingat anggaran pemerintah saat ini sudah cukup banyak dialokasikan di sektor lain. "Jadi kita upayakan dengan meningkatkan selektivitas dari anggaran itu," kata dia. (Baca: Bertebar Ladang Migas, Jokowi Akan Perkuat Keamanan Natuna)
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, tiga matra TNI khususnya AL adalah untuk menjaga kedaulatan negara terutama karena Indonesia yang berbentuk kepulauan. Untuk itu memang diperlukan pembangunan pangkalan militer guna membangun kekuatan TNI.
Tiga pulau yang terpilih pada rencana awal ini memiliki peran strategisnya masing-masing sebagai basis kekuatan militer Indonesia. Natuna merupakan pulau terluar yang dekat dengan Tiongkok dan Filipina. Sedangkan, di Selaru, untuk menjaga perbatasan yang dekat dengan Australia. Kemudian, di Bitung yang berdekatan dengan Morotai untuk menjaga perairan wilayah-wilayah sekitarnya.
"Tahun 2019 diharapkan sudah bisa terwujud dalam rangka memperkuat wilayah negara Indonesia," ujar Tjahjo.
China memiliki tiga pangkalan militer berskala besar yang telah selesai dibangun di Laut China Selatan. Pangkalan terdiri dari angkatan laut, udara, radar, dan fasilitas pertahanan rudal. Sejak Maret 2017, otoritas China sudah dapat menempatkan pesawat tempur dan peluncur rudalnya di perairan sengketa Laut China Selatan.
“Beijing sekarang dapat menggeser aset-aset militernya, termasuk pesawat tempur, dan peluncur-peluncur dual bergerak, ke Kepulauan Spratly kapan saja,” kata Asia Martitim Transparency Initiative (AMTI), bagian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington DC, AS.
AMTI merilis citra stelit yang diperolehnya pada Maret 2017 lalu dengan sebutan pangkalan udara di “tiga besar” pulau, yakni pulau karang Subi, Subi, Mischief, dan Fiery Cross. Citra satelit di tiga pulau sengketa itu, dianalisa oleh AMTI melalui citra satelit komersial beresolusi tinggi selama dua tahun.
“China memiliki tiga pangkalan udara di Spratly dan lainnya di Pulau Woody dan Kepulauan Paracel, yang akan memungkinkan pesawat tempur militer China beroperasi ke hampir seluruh Laut China Selatan,” kata AMTI. “Hal serupa juga berlaku pada jangkauan radar China.”
Lembaga think tank AMTI juga mengatakan, China telah memasang rudal HQ-9, sebuah rudal permukaan-ke-udara pada salah satu pulau dan rudal anti-kapal laut. Selain itu, China juga juga telah dibangun hanggar untuk 72 pesawat tempur dan beberapa peluncur bom yang lebih besar.
Direktur AMTI, Greg Poling, mengatakan gambar menunjukkan antena radar baru di Fiery Cross dan Subi. Namun, China menyangkal jika mereka disebut sedang melakukan militerisasi di Laut China Selatan, wilayah perairan yang diduga memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar.
Perairan sengketa dengan Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina itu juga merupakan rute pelayaran komersial di dunia. Reklamasi pulau-pulau oleh China juga membawa dampak buruk pada beberapa area terumbu karang yang paling kaya dan beragam di dunia tersebut.
Beijing menegaskan kedaulatan atas wilayah maritim yang mencakup 3,5 juta km persegi. Namun klaim yang juga diajukan negara-negara tetangga tersebut telah memicu gejolak di kasawab. Pembangunan pangkalan militer China di Laut China Seltan jelas menjadi salah satu tantangan besar bagi kebijakan luar negeri pemerintah Presiden AS Donald Trump.
China memperkuat fasilitas militer di Laut China Selatan
Belakangan, China dikabarkan terus memperkuat keberadaannya di Laut China Selatan dengan membangun fasilitas militer baru di pulau-pulau di perairan tersebut. Sebuah lembaga kajian (think-thank) Amerika Serikat, Kamis (29/6/2017), melaporkan, China telah membangun fasilitas militer baru, seperti dilaporkan Reuters.
Langkah itu jelas dapat meningkatkan ketegangan dengan Washington, yang menuduh Beijing melakukan militerisasi di jalur maritim paling vital di kawasan Asia. Inisiatif Transparansi Maritim Asia (AMTI), bagian dari Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington, mengatakan, citra satelit baru menunjukkan aktivitas yang terus meningkat di perairan Laut China Selatan.
China telah membangun tempat penampungan rudal dan fasilitas radar dan komunikasi yang di pulau-pulau karang Fiery Cross, Mischief, Subi Reefs, di Kepulauan Spratly. Washington telah mengkritik pembangunan fasilitas militer China di pulau-pulau buatan dan khawatir fasilitan itu dapat digunakan untuk membatasi pergerakan kapal secara bebas melalui Laut
China Selatan, sebuah jalur perdagangan yang penting untuk seluruh komunitas niaga dunia. Sebuah kapal perang Angkatan Laut AS pernah berlayar dalam jarak 12 mil laut di Mischief Reef untuk menunjukkan tentang kebebasan operasi navigasi.
Klaim China terhadap sebagian besar jalur laut di kawasan Laut Chian Selatan mulai ditantang keras sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai menjabat. China selalu membantah tuduhan AS bahwa pihaknya melakukan militerisasi di Laut China Selatan, yang juga diklaim oleh negara tetangga seperti Taiwan, dan negara-negara anggota ASEAN seperti Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Trump telah meminta bantuan China untuk mengekang program nuklir dan rudal Korut. Namun, ketegangan antara Washington dan Beijing mengenai instalasi militer di Laut Cina Selatan dapat mempersulit upaya tersebut. China telah membangun empat tempat penampungan rudal baru di Fiery Cross Reef untuk menuju ke delapan pulau di kawasan itu, kata AMTI. Mischief dan Subi masing-masing memiliki delapan tempat penampungan, kata think tank tersebut dalam sebuah laporan sebelumnya.
Pada Februari lalu, Reuters melaporkan bahwa China telah hampir selesai membangun gedung untuk menampung rudal permukan-ke-udara jarak jauh di tiga pulau. Di pulau Mischief Reef, array antena yang sangat besar sedang dipasang, yang tampaknya digunakan untuk meningkatkan kemampuan Beijing memantau lingkungan di sekitarnya, kata AMTI.
Sebuah kubah besar baru-baru ini dipasang di Fiery Cross dan satu lagi sedang dalam pembangunan, yang menunjukkan sistem komunikasi atau radar yang cukup besar, kata AMTI. Dua kubah lainnya dibangun di Mischief Reef, katanya. Sebuah kubah yang lebih kecil dipasang di dekat tempat penampungan rudal di Mischief, "menunjukkan bahwa itu dapat dihubungkan ke radar untuk sistem rudal yang mungkin ada di sana," kata AMTI.
"Beijing sekarang dapat menggunakan aset militer, termasuk pesawat tempur dan peluncur rudal bergerak, ke Kepulauan Spratly setiap saat," katanya.
Indonesia "sulap" tiga pulau terluar sebagai pangkalan militer
Sementara Tentara Nasional Indonesia (TNI) kini sedang dalam proses 'menyulap' tiga pulau terluar wilayah Indonesia yakni Natuna, Bitung, dan Selaru menjadi pangkalan militer. Penguatan pangkalan militer itu untuk menjaga wilayah perbatasan maritim Indonesia dari potensi permasalahan yang datang dari luar, salah satunya potensi konflik di Laut China Selatan.
Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman mengatakan, penguatan pangkalan militer salah satunya disebabkan dinamika konflik di Laut China Selatan saat ini begitu tinggi. Pasalnya, beberapa negara seperti China, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, Vietnam, dan Amerika kerap bersengketa dalam wilayah perairan tersebut. "Makanya fasilitas dukungan pangkalannya kami tingkatkan. Kalau pangkalannya sendiri sudah ada," kata Taufiqoerrochman di Jakarta, Senin (18/12).
Taufiqoerrochman mengatakan, penguatan itu nantinya dapat dilakukan dengan menambah fasilitas pangkalan militer. Fasilitas itu meliputi tempat sandar, dukungan logistik, rekreasi, dan perbaikan kapal. "Jadi kapal enggak perlu balik lagi ke pangkalan induk kalau hanya pemulihan ringan. Kecuali untuk yang memang pemulihan tingkat berat, dia harus kembali ke pangkalan induk, tapi kalau untuk tingkat harian, medium, itu cukup di pangkalan yang kami tingkatkan itu," kata Taufiqoerrochman.
Taufiqoerrochman mengatakan, nantinya penguatan pangkalan militer tersebut akan difokuskan melalui anggaran milik TNI AL saaat ini. Pertimbangan itu diambil mengingat anggaran pemerintah saat ini sudah cukup banyak dialokasikan di sektor lain. "Jadi kita upayakan dengan meningkatkan selektivitas dari anggaran itu," kata dia. (Baca: Bertebar Ladang Migas, Jokowi Akan Perkuat Keamanan Natuna)
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, tiga matra TNI khususnya AL adalah untuk menjaga kedaulatan negara terutama karena Indonesia yang berbentuk kepulauan. Untuk itu memang diperlukan pembangunan pangkalan militer guna membangun kekuatan TNI.
Tiga pulau yang terpilih pada rencana awal ini memiliki peran strategisnya masing-masing sebagai basis kekuatan militer Indonesia. Natuna merupakan pulau terluar yang dekat dengan Tiongkok dan Filipina. Sedangkan, di Selaru, untuk menjaga perbatasan yang dekat dengan Australia. Kemudian, di Bitung yang berdekatan dengan Morotai untuk menjaga perairan wilayah-wilayah sekitarnya.
"Tahun 2019 diharapkan sudah bisa terwujud dalam rangka memperkuat wilayah negara Indonesia," ujar Tjahjo.
Demikianlah Artikel Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat
Sekianlah artikel Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Gawat, Pangkalan militer China di Laut China Selatan makin kuat dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/12/gawat-pangkalan-militer-china-di-laut.html