Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3):

Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3): - Hallo Oto Mania Berita Otomotif Terupdate, Pada Artikel otomotif kali ini berjudul Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3): telah kami persiapkan dengan seksama untuk sahabat otomotif baca dan ambil informasi didalamnya. Semoga artikel otomotif terupdate dan terbaru Artikel Trending, yang kami tulis ini dapat memberi inspirasi dan nilai positif sebagaimana mestinya.

Judul : Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3):

link : Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3):

Motobalapan | Waktu kelahiran dan wafatnya Jalaludin Rumi terdapat perbedaan pendapat para sejarawan. Meski begitu, jejak dan reputasinya sebagai pemuka agama maupun penyair tetap diakui banyak orang. Pun dihormati para penguasa di zamannya. Berikut kajian Muhammad Yusuf el-Badri (dari Lembaga Riset Sakata Indonesia) yang dipublikasikan dalam Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015.



Ada yang mengatakan Jalaludin Rumi lahir di Balkh (sebuah desa di Persia, sekarang Iran) lalu dibawa pindah oleh ayahnya ke Bagdad. Dalam Ensiklopedi sejarah dituliskan bahwa ia lahir pada tanggal 6 rabi‘ al-Awwal 604 H bertepatan dengan 30 september 1207 M. Ketika berumur
empat tahun (ada yang mengatakan ketika ia berumur menjelang tiga tahun) ia dibawa oleh ayahnya ke Bagdad (607 H). Ia juga sering ikut belajar tempat ayahnya bekerja
sebagai seorang guru. Tak lama berselang ayahnya kemudian melakukan perjalan ilmiah
dan tinggal sementara di berbagai daerah seperti Makkah, Damaskus, untuk mengajarkan hingga akhirnya menetap di Qoniah pada tahun 623 H/1226 M.31 Pada waktu di kota
Qonia tersebut Jalaludin Rumi sudah menguasai ilmu fikih dan ilmu keislaman lainnya.

Abd al-Hayy al-Husni mengatakan bahwa salah seorang guru jalaludin Rumi yang terkenal adalah Syaikh Qutb al-Din al-Razi.32 Ia pun sempat belajar di kota Qonia selama 4 tahun. Setelah ayahnya wafat pada tahun 628 H ia juga meninggalkan aktifitas belajar dan dunianya hingga pada tahun 642 H. ia menjadi seorang sufi. Selama itu ia hanya melakukan riyadah dan mendengarkan musik dan membuat puisi. Ia juga menulis puisi dalam kumpulan yang berjudul al-Mathnawi yang diterbitkan di Persia (Iran sekarang) dan diterjemahkan dan disharah ke dalam bahasa Turki. Puisinya itu juga diterbitkan
dalam bahasa persia dan bahasa Arab (33).

Jalaludin Rumi akhirnya bertemu dengan salah seorang sufi yang terkenal yaitu Sams al-Din Tabrizi yang mempengaruhi kesastrawanan dan cara berfikirnya. Pada saat  yang bersamaan ia juga ditemui oleh delegasi penguasa Qonia dan ketika itulah ia dikenal dengan nama Jalaludin. Ia pun diberi madrasah khusus oleh raja untuk mengajar(34).

Selain seorang Imam Mazhab fikih Hanafi, Jalaludin juga seorang ahli hadis dan ahli tafsir.  Ketika mengajar di madrasahnya -yang dibangun oleh Sultan Fairuz Syah- ia mengajarkan
fikih, hadis dan ilmu tafsir. Di antara ulama yang belajar kepada Jalaludin Rumi adalah Syaikh Yusuf bin Jamal al-Multani. Bangunan itu dibuat oleh Fairuz Syah dibangun khusus di atas telaga. Madrasah tersebut dibuat dengan tiang yang tinggi, lapangan yang luas, dan kubah yang banyak sehingga terkesan sangat mewah. Madrasah yang dibangun
oleh Sultan Fairuz Syah diberi nama dengan Madrasah Fairuz Shaziyah.
35 Tidak ada
bangun yang seindah dan semewah itu sebelumnya dan sesudahnya. Al-Biruni
mengatakan bahwa bangunan Madrasah tersebut merupakan salah satu keajaiban dunia
dari segi keluasan pekarangan, keindahan serta kesejukan udaranya.   Meski ia sudah mempunyai tempat dan banyak murid untuk mengajar, namun ia
memutuskn untuk hidup menjadi seorang sufi dan ia hanya sibuk membuat puisi lalu
membuat tarekat yang kemudian dikenal dengan tarekat Maulawi. Nama tarekat
‚Maulawi‛ itu sendiri diambil dari nama Maulana Jalaludin Rumi. 37 Puisinya yang
terkenal terdapat dalam kitab Mathnawi. Kekuatan puisi Jalaludin Rumi terdapat dalam
bahasa yang digunakannya, analogi dan kedalaman makna yang terkandung dalam puisi
itu. Untuk menjelaskan satu maksud dan makna ia mampu menulis dengan banyak ragam
analogi. Ia mampu melahirkan makna baru dalam dan menyampaikan ide dan gagasannya
dalam puisi. Selain itu kehebatannya sebagai seorang sastrawan yang ahli bahasa nampak
dalam pilihan kata dan diksi serta wazan dalam puisinya. Puisi bagi Rumi sebagai
ungkapan peristiwa yang penuh dengan simbol, makna yang terkandung dalam simbol itu
terlalu dalam jika dimaknai secara tekstual dan terpisah dari ide dan gagasannya tentang
cinta.
Jalaludin Rumi membuat puisi tidak hanya sekedar menyampaikan gagasan dan
ide serta imajinasi tapi juga sebagai penjelasan dan penafsiran makna al-Qur’an dan
maqasid syari‘ah untuk membentuk karakter muslim bagi yang membacanya. Puisinya
berisi tentang intisari al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam. Ajaran islam sendiri
menurut rumi adalah ajaran cinta, dimana setiap orang diajarkan untuk saling mengerti
dan mencintai makhluk. Pandangan seperti ini sangat lumrah dalam ajaran tasawuf.
Sebahagian pemikir mengatakan bahwa tasawuf pada dasarnya mengajarkan akhlak untuk
mencapai keislaman sejati. Sebab nabi sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak
manusia. Dan al-Qur’an adalah akhlah rasul Saw. Jadi Rumi mengungkapkan ide dan
gagasannya sebagaimana terdapat dalam banyak puisinya berada dalam konteks akhlak
dan cinta bukan dalam konteks hukum.
Guna mengungkap makna teks yang ditulis Rumi dalam konteks akhlak maka
analisis yang tepat digunakan adalah analisis hermeneutika. Selain alasan tersebut
pemilihan hermeneutika untuk menganalisis juga memandang puisi sebagai hasil budaya
yang mengungkap ide, gagasan dan perasaan seorang pengarang. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikatakan Ignas Kleden seperti dikutip Djoko Saryono bahwa sebagai hasil
budaya ia memuat simbol yang berkaitan dengan penghayatan akal budi manusia dalam
menjalani hidup.38 Dan sastra termasuk bagian dari wadah yang untuk menyampaikan ide,
perasaan dan gagasan seorang pengarang. Hal itu tentu saja tidak terlepas dari
penghayatan pengarang serta imajinasi yang mendalam sehingga melahirkan simbol-
simbo yang diurai menjadi puisi. Pengarang dalam hal ini tidak lain adalah pembicara
pertama tentang teks sastra. Dalam kaitannya dengan puisi Rumi, Rumi –dengan
meminjam istilah P. Ricour- adalah pembicara pertama terhadap puisi-puisinya. Oleh
karenanya, meskipun puisinya sudah membaku dalam bentuk teks namun keberadaan
pengarang dan konteksnya dalam melahirkan karya masih tetap diperlukan sebagai mana
disinggung di atas.

Demikianlah Artikel Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3):

Sekianlah artikel Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3): kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Belajar Cinta dari Jalaludin Rumi (3): dengan alamat link https://motobalapan.blogspot.com/2017/07/belajar-cinta-dari-jalaludin-rumi-3.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :